METODE SALAFUS SHOLEH DI DALAM BELAJAR DAN MENGAJARKAN ILMU
Metode atau cara para salafus shaleh yakni orang-orang yang mengikuti jejaknya Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam, jejak para ahlul bait Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam dan para Sahabat Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam, serta para ulama, masyaikh, habaib dan para kiai, di dalam mempelajari atau mengajarkan ilmu dan belajar itu mempunyai dua metode:
Metode yang pertama adalah ittiba’, yakni seorang murid mengikuti apa yang dikatakan oleh gurunya. Sebagaimana Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam yang ditalqin oleh Jibril ‘alaihis salam ketika mengaji dan mempelajari Al Qur’an Al Karim. Malaikat Jibril ‘alaihissalam membacakan Al Qur’an kemudian Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam mengikuti apa yang dituntunkan oleh Jibril ‘alaihissalam tersebut.
فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ – سورة القيامة: ١٨
“Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu” (Quran Surat Al Qiyamah: 18).
Metode yang kedua adalah talaqqi, yakni seorang murid belajar ilmu dengan bertatap muka, mendengar, dan memperhatikan langsung di hadapan sang guru. Sebagaimana Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam mengaji Al Qur’an berhadapan langsung di depan Jibril ‘alaihissalam. Begitupun dengan para Sahabat Nabi yang tidak mengambil Qur’an dan Sunnah dari shuhuf tetapi dengan bertalaqqi, betatap muka, duduk dan dituntun langsung di hadapan Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam. Pembelajaran ilmu melalui dua metode salaf inilah, ittiba’ dan talaqqi, yang kemudian akan menjadikan ilmu itu semakin berkah.
Oleh karena itu, ilmunya para Salaf pada akhirnya akan menghasilkan dua hal, ‘alim dan terdidik. Yakni pembelajaran mereka dengan melalui ‘ilm dan tarbiyah. Sebagaimana Alhabib Zein bin Smith menyatakan bahwa para Salaf itu di dalam pembelajarannya adalah melalui tarbiyah bin-nadzor (mendidik dengan cara melihat), yata’allam bil-’ilm (belajar ilmu pengetahuan), dan ya’mal (beramal). Hal ini dapat ilihat bagaimana orang-orang sholeh terdahulu mendidik anak-anaknya, seorang ayah akan membangunkan anaknya untuk melihat ayahnya sholat, mengajak anaknya ke masjid untuk melihatnya ayahnya berdzikir, mengajak anaknya menghadiri majelis haul untuk melihat siapa itu ulama, bagaimana caranya ulama berbicara, caranya bersalaman, caranya makan dan minum, dan lain sebagainya.
Pengasuh Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta yang juga Pengasuh Majlis Ta’lim Al Hidayah Surakarta, Sayyidi Habib Alwi bin Ali Alhabsyi, menyatakan bahwasanya gurunya pernah berkata bahwa tarbiyah salaf yang banyak ditinggalkan orang saat ini adalah menoleh ke belakang ketika berada di dalam suatu majelis khoir. Dilihat apakah ada atau tidak anaknya dalam majelis tersebut. Sebagaimana dicontohkan Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam, ketika Sayyidina Hasan dan Husein tidak hadir dalam suatu majelis maka Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam akan menoleh ke belakang dan menanyakan keberadaan Sayyidina Hasan dan Husein. Inilah salah satu contoh tarbiyah salafus sholeh.
Ketahuilah siapapun yang belajar menuntut ilmu tanpa melalui seorang guru maka ia akan keluar dari majelis tersebut tanpa membawa ilmu. Sehingga tidak mungkin ia akan menjadi ‘alim dan kalaupun ia bisa menjadi ‘alim maka ilmunya tidak berkah. Karena itulah seseorang itu wajib belajar menuntut ilmu dengan seorang guru yang berpengalaman. Ijma ulama menyatakan semua orang alim di muka bumi ini, baik itu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Hanbali, Imam Ghazali, Imam Haddad, Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi, KH Hasyim Asy’ari, dan lain sebagainya, tidak serta merta mereka terlahir ‘alim tetapi mereka semuanya menjadi ‘alim karena berkat belajar kepada para gurunya. Lihatlah bagaimana shohibul maulid Alhabib Ali bin Muhammad Alhabsyi yang mempunyai 3.000 orang guru. Inilah thoriqoh salafus sholeh di dalam belajar dan mengajarkan ilmu.
Wallohu a’lam bish-showab.
(Disarikan dari kajian rutin yang disampaikan oleh Sayyidil Habib Alwi bin Ali Al Habsyi, Pengasuh Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta, dalam rutinan Kajian Ahad Pagi Majlis Ta’lim Al Hidayah Surakarta, pada 07 Rajab 1439 H/ 25 Maret 2018 M, yang bertempat di Aula Majlis Ta’alim Al Hidayah, Metrodanan, Pasar Kliwon, Surakarta)
#NgajiYuk
Penulis : www.elhooda.net
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id
2 Comments
Masri'ah
bagaimana dgn melihat ditv/mendengarkan radio?
barokah tidak ilmunya?
Ubaidillah
Barokah atau tidaknya ilmu itu tergantung niat dan tujuan sang penuntut ilmu tersebut.