Kebohongan Atas Nama Imam Abu Hanifah
Kali ini kita akan coba mengemukakan kebohongan para Wahabiyyin yang menjadikan perkataan Imam Abu Hanifah untuk membenarkan pehamahamannya yang keliru, dimana mereka mengatakan bahwa “Allah swt bertempat di Arsy”. Mereka mengatas namakan Abu Hanifah sebagai Ulama’ yang berkata seperti itu
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻌﻼﻣﺔ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﺠﻮﺯﻱ ﺹ 69 ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺩﻓﻊ ﺷﺒﻪ ﺍﻟﺘﺸﺒﻴﻪ ﺑﺄﻛﻒ ﺍﻟﺘﻨﺰﻳﻪ :
ﺃﻥ ﺍﻻﻣﺎﻡ ﺍﻻﻋﻈﻢ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻗﺎﻝ : ” ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﻻ ﺃﻋﺮﻑ ﺭﺑﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﺃﻡ ﻓﻲ ﺍﻻﺭﺽ ﻓﻘﺪ ﻛﻔﺮ . ﻻﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻘﻮﻝ : ( ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺮﺵ ﺍﺳﺘﻮﻯ ) ﻭﻋﺮﺷﻪ ﻓﻮﻕ ﺳﺒﻊ ﺳﻤﻮﺍﺕ . . . ”
“Al ‘Allamah Ibnu Al Jauzi mengatakan pada hal 69 dalam Kitabnya Daf’u Syubahi At Tasybihi bi Akaffit Tanzih Bahwa Imam Abu Hanifah merngatakan: Barang siapa yang mengatakan Aku tidak tahu Tuhanku di Langit atau di Bumi, maka dia telah Kafir, Karena Allah ta’ala telah bersabda: ( ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺮﺵ ﺍﺳﺘﻮﻯ ) dan ‘Arasy-Nya ada di atas Langit Tujuh”
Pernyataan serupa juga ada di Kitab Faforit mereka yaitu Syarah Kitab ‘Aqidah Al Thokhawiyyah oleh Ibnu Abdil, Izz hlm. 288 yang di-Tahqiq oleh Al Albani sebagai berikut:
ﻭﻛﻼﻡ ﺍﻟﺴﻠﻒ ﻓﻲ ﺇﺛﺒﺎﺕ ﺻﻔﺔ ﺍﻟﻌﻠﻮ ﻛﺜﻴﺮ ﺟﺪﺍ : ﻓﻤﻨﻪ : ﻣﺎ ﺭﻭﻯ ﺷﻴﺦ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺃﺑﻮ ﺇﺳﻤﺎﻋﻴﻞ ﺍﻷﻧﺼﺎﺭﻱ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ : ﺍﻟﻔﺎﺭﻭﻕ، ﺑﺴﻨﺪﻩ ﺇﻟﻰ ﻣﻄﻴﻊ ﺍﻟﺒﻠﺨﻲ : ﺃﻧﻪ ﺳﺄﻝ ﺃﺑﺎ ﺣﻴﻨﻔﺔ ﻋﻤﻦ ﻗﺎﻝ : ﻻ ﺃﻋﺮﻑ ﺭﺑﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﺃﻡ ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺽ ؟ ﻓﻘﺎﻝ : ﻗﺪ ﻛﻔﺮ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻘﻮﻝ : } ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻌَﺮْﺵِ ﺍﺳْﺘَﻮَﻯ { ﻭﻋﺮﺷﻪ ﻓﻮﻕ ﺳﺒﻊ ﺳﻤﺎﻭﺍﺕ، ﻗﻠﺖ : ﻓﺈﻥ ﻗﺎﻝ : ﺇﻧﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺮﺵ، ﻭﻟﻜﻦ ﻳﻘﻮﻝ : ﻻ ﺃﺩﺭﻱ ﺍﻟﻌﺮﺵ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﺃﻡ ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺽ ؟ ﻗﺎﻝ : ﻫﻮ ﻛﺎﻓﺮ، ﻷﻧﻪ ﺃﻧﻜﺮ ﺃﻧﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ، ﻓﻤﻦ ﺃﻧﻜﺮ ﺃﻧﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﻓﻘﺪ ﻛﻔﺮ .
“Perkataan Para Salaf dalam menetapkan Sifat “Al ‘uluwwu” (maaf saya tidak berani menerjemahkannya sebagaiman mereka menerjemahkan Kalimat Al ‘Uluwwu itu dengan ketinggian Dzat) sangat banyak, antara lain: Seperti apa yang di riwayatkan oleh Syaikhul Islam Abu Ismail Al Anshori dalam kitabnya “Al Faruq” dengan Sanad yang sambung kepada Muthi, Al Balkhi, yang mana beliau telah bertanya kepada Imam Abu Hanifah akan halnya orang yang mengatakan Aku tidak tahu Tuhanku di Langit atau di Bumi?, maka dia telah Kafir, Karena Allah ta’ala telah bersabda: ( ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺮﺵ ﺍﺳﺘﻮﻯ ) dan ‘Arasy-Nya ada di atas Langit Tujuh, kemudian aku bertanya: jika Orang itu berkata Sesungguhnya Allah di atas Arasy, tapi dia mengatakan Aku tidak tahu ‘Arasy itu di Langit atau di Bumi? Imam Abu Hanifah Mengatakan/menjawab: dia telah kafir, karena dia telah ingkar adanya ‘Arasy di langit, barang siapa yang Ingkar bahwa ‘Arasy itu ada di langit dia telah Kafir”
Sebenarnya masih panjang tulisan dalam Kitab itu yang intinya menerangkan bahwa Allah swt ada di Langit/ ‘Arasy, namun kiranya kita cukupkan sekian saja, sebab pada intinya semua kesimpulannya sama.
Tanggapan :
Ungkapan Abu Hanifah di atas ber-Sanad sampai kepada Abu Muthii Al Balkhi. Siapkah beliau?
Al Khafidl Ad Dzahabi menyebutkan di dalam Kitabnya “Al Mizan” juz1 hlm. 574 :
“ ﻗﺎﻝ ﺍﻻﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ : ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﺮﻭﻯ ﻋﻨﻪ ﺷﺊ ﻭﻋﻦ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﻣﻌﻴﻦ : ﻟﻴﺲ ﺑﺸﺊ ”
“Imam Ahmad berkata : “Tidak seyogyanya meriwayatkan sesuatu darinya (Abu Muthii Al Balkhi). Disebutkan dari Yahya bin Ma’in: “Dia (Abu Muthi Al Balkhi) bukan siapa- siapa.
Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam Kitabnya “Lisan Al Mizan” juz 2 hlm. 335 cet Al Hindiyyah:
. : ” ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺣﺎﺗﻢ ﺍﻟﺮﺍﺯﻱ : ﻛﺎﻥ ﻣﺮﺟﺌﺎ ﻛﺬﺍﺑﺎ . . . . ” .
“Imam Abu Hatim Ar Rozi mengatakan: dia (Abu Hatim Al Muthii) adalah seorang Murji’ah dan Pembohong”. Berikut ini pernyataan Imam Abu Hanifah mengenai Allah swt apalah bertempat atau tidak?
Al Imam AlMujtahid Abu Hanifah, Nu’man bin Tsabit (w 150 H), salah seorang ulama Salaf terkemuka, perintis Madzhab Hanafi, berkata:
ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟﻰ ﻳُﺮَﻯ ﻓِﻲ ﺍﻵﺧِﺮَﺓ، ﻭَﻳَﺮَﺍﻩُ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨُﻮْﻥَ ﻭَﻫُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺠَﻨّﺔِ ﺑِﺄﻋْﻴُﻦِ ﺭُﺅُﻭﺳِﻬِﻢْ ﺑﻼَ ﺗَﺸْﺒِﻴْﻪٍ ﻭَﻻَ ﻛَﻤِّﻴَّﺔٍ ﻭَﻻَ ﻳَﻜُﻮْﻥُ ﺑَﻴْﻨَﻪُ ﻭَﺑَﻴْﻦَ ﺧَﻠْﻘِﻪِ ﻣَﺴَﺎﻓَﺔ .
“Allah ta’ala di Akhirat kelak akan dilihat. Orang-orang Mukmin akan melihat-Nya ketika mereka di surga dengan mata kepala mereka masing-masing dengan tanpa adanya keserupaan bagi-Nya, bukan sebagai bentuk yang berukuran, dan tidak ada jarak antara mereka dengan Allah (artinya bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak di dalam atau di luar surga, tidak di atas, bawah, belakang, depan, samping kanan ataupun samping kiri)” (Lihat Al Fiqhul Akbar karya Imam Abu Hanifah dengan Syarahnya karya Mulla ‘Ali al-Qari, hlm. 136-137).
Beliau juga berkata:
ﻗُﻠْﺖُ : ﺃﺭَﺃﻳْﺖَ ﻟَﻮْ ﻗِﻴْﻞَ ﺃﻳْﻦَ ﺍﻟﻠﻪُ؟ ﻳُﻘَﺎﻝُ ﻟَﻪُ : ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻭَﻻَ ﻣَﻜَﺎﻥَ ﻗَﺒْﻞَ ﺃﻥْ ﻳَﺨْﻠُﻖَ ﺍﻟْﺨَﻠْﻖَ، ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﺃﻳْﻦ ﻭَﻻَ ﺧَﻠْﻖٌ ﻭَﻻَ ﺷَﻰﺀٌ، ﻭَﻫُﻮَ ﺧَﺎﻟِﻖُ ﻛُﻞّ ﺷَﻰﺀٍ .
“Aku katakan: Tahukah engkau jika ada orang berkata: Di manakah Allah? Jawab: Dia Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum segala makhluk-Nya ada. Allah ada tanpa permulaan sebelum ada tempat, sebelum ada makhluk dan sebelum segala suatu apapun. Dan Dia adalah Pencipta segala sesuatu” (Lihat aAl Fiqhul Absath karya Imam Abu Hanifah dalam kumpulan risalah-risalahnya dengan Tahqiq Muhammad Zahid Al Kautsari, hlm. 20).
Beliau juga berkata:
ﻭَﻧُﻘِﺮّ ﺑِﺄﻥّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻪُ ﻭَﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻌَﺮْﺵِ ﺍﺳْﺘَﻮَﻯ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﻟَﻪُ ﺣَﺎﺟَﺔٌ ﺇﻟﻴْﻪِ ﻭَﺍﺳْﺘِﻘْﺮَﺍﺭٌ ﻋَﻠَﻴْﻪِ، ﻭَﻫُﻮَ ﺣَﺎﻓِﻆُ ﺍﻟﻌَﺮْﺵِ ﻭَﻏَﻴْﺮِ ﺍﻟﻌَﺮْﺵِ ﻣِﻦْ ﻏَﺒْﺮِ ﺍﺣْﺘِﻴَﺎﺝٍ، ﻓَﻠَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺤْﺘَﺎﺟًﺎ ﻟَﻤَﺎ ﻗَﺪَﺭَ ﻋَﻠَﻰ ﺇﻳْﺠَﺎﺩِ ﺍﻟﻌَﺎﻟَﻢِ ﻭَﺗَﺪْﺑِﻴْﺮِﻩِ ﻛَﺎﻟْﻤَﺨْﻠُﻮﻗِﻲَﻥْ، ﻭَﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺤْﺘَﺎﺟًﺎ ﺇﻟَﻰ ﺍﻟﺠُﻠُﻮْﺱِ ﻭَﺍﻟﻘَﺮَﺍﺭِ ﻓَﻘَﺒْﻞَ ﺧَﻠْﻖِ ﺍﻟﻌَﺮْﺵِ ﺃﻳْﻦَ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠﻪ، ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻦْ ﺫَﻟِﻚَ ﻋُﻠُﻮّﺍ ﻛَﺒِﻴْﺮًﺍ .
“Dan kita mengimani adanya ayat “Ar-Rahman ‘Ala al-‘Arsy Istawa” -sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an- dengan menyakini bahwa Allah tidak membutuhkan kepada ‘‘Arsy tersebut dan tidak bertempat atau bersemayam di atasnya. Dia Allah yang memelihara ‘‘Arsy dan lainnya tanpa membutuhkan kepada itu semua. Karena jika Allah membutuhkan kepada sesuatu maka Allah tidak akan kuasa untuk menciptakan dan mengatur alam ini, dan berarti Dia seperti seluruh makhluk-Nya sendiri. Jika membutuhkan kepada duduk dan bertempat, lantas sebelum menciptakan makhluk-Nya -termasuk ‘arsy- di manakah Dia? Allah maha suci dari itu semua dengan kesucian yang agung” (Lihat Al Washiyyah dalam kumpulan risalah-risalah Imam Abu Hanifah Tahqiq Muhammad Zahid Al Kautsari, hlm. 2. juga dikutip oleh Asy-Syekh Mullah ‘Ali al-Qari dalam Syarh al-Fiqhul Akbar, hlm. 70.).
Seandainya riwayat Abu Muthii di atas benar dari beliau, dimana beliau menyebutkan bahwa telah menjadi kafir seorang yang berkata “Aku tidak mengetahui Tuhanku, apakah ia di langit atau di bumi!?”. Demikian pula beliau mengkafirkan orang yang berkata: “Allah di atas ‘Arsy, dan aku tidak tahu arah ‘Arsy, apakah ia di langit atau di bumi!?”, hal ini karena kedua ungkapan tersebut menetapkan adanya tempat dan arah bagi Allah. Karena itu Imam Abu Hanifah mengkafirkan orang yang mengatakan demikian. Karena setiap yang membutuhkan kepada tempat dan arah maka berarti ia adalah sesuatu yanga baru, dan itu Mustahil bagi Allah swt.
[Zean Areev]
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id