Pertanyaan: Bagaiama hukumnya orang yang bertato menjadi imam sholat?
Jawaban:
Sebelum kita membahas bagaimana hukum orang bertato menjadi imam, kita bahas terlebih dahulu pengaruh tato di dalam wudhu. Berikut keterangan ulama mengenai hukum membuat tato, antara lain :
1. Said al-Bakri al-Damyathi mengatakan dalam kitab I’aanah at-Thoolibiin I/107
( تتمة ) تجب إزالة الوشم وهو غرز الجلد بالإبرة إلى أن يدمى ثم يذر عليه نحو نيلة فيخضر لحمله نجاسة هذا إن لم يخف محذورا من محذورات التيمم السابقة في بابه أما إذا خاف فلا تلزمه الإزالة مطلقا
وقال البجيرمي إن فعله حال عدم التكليف كحالة الصغر والجنون لا يجب عليه إزالته مطلقا وإن فعله حال التكليف فإن كان لحاجة لم تجب الإزالة مطلقا وإلا فإن خاف من إزالته محذور تيمم لم تجب وإلا وجبت ومتى وجبت عليه إزالته لا يعفى عنه ولا تصح صلاته معه
ثم قال وأما حكم كي الحمصة فحاصله أنه إن قام غيرها مقامها في مداواة الجرح لم يعف عنها ولا تصح الصلاة مع حملها وإن لم يقم غيرها مقامها صحت الصلاة ولا يضر انتفاخها وعظمها في المحل ما دامت الحاجة قائمة وبعد انتهاء الحاجة يجب نزعها
فإن ترك ذلك من غير عذر ضر ولا تصح صلاته اه
“Wajib menghilangkan tato karena najis, yaitu menusuk kulit dengan jarum hingga berdarah kemudian ditaburkan getah nila, maka muncullah warna biru pada daging tubuh. Ini apabila tidak dikuatirkan mahzur tayamum (sesuatu keadaan yang ditakuti yang mengakibatkan boleh bertayamum) yang tersebut dalam bab tayamum. Adapun apabila dikuatirkan, maka tidak wajib dihilangkan secara mutlaq”. Berkata Bujairumy: “Apabila dilakukan pada saat bukan mukallaf seperti masa kanak-kanak dan gila maka tidak wajib menghilangkan secara mutlaq dan apabila dilakukan pada saat mukallaf dan dilakukan karena ada hajat maka tidak wajib menghilangkan secara mutlaq. Dan apabila dilakukan bukan karena hajat maka apabila dikuatirkan mahzur tayamum dengan sebab menghilangkannya maka tidak wajib menghilangkannya dan apabila tidak dikuatirkannya maka wajib. Dalam hal wajib menghilangkannya maka tidak dimaafkan dan tidak sah shalat besertanya”
Kesimpulan dari fatwa di atas adalah sebagai berikut :
1. membuat tato pada bagian tubuh adalah haram dan tidak sah shalat karena tubuh orang yang bertato tersebut bernajis dengan darah.
2. menghilangkan tatoo dari bagian tubuh seseorang hukumnya wajib apabila tato dibuat pada saat seseorang sudah mukallaf dan menjadi tidak wajib apabila menghilangkan tato tersebut dapat membahayakan tubuhnya dimana patokannya adalah dapat membolehkan tayamum, berdasarkan berikut :
الكتاب : الإقناع في حل ألفاظ أبى شجاع 1/ 139القول في حكم الوشم فروع: الوشم وهو غرز الجلد بالابرة حتى يخرج الدم ثم يذر عليه نحو نيلة ليزرق أو يخضر بسبب الدم الحاصل بغرز الجلد بالابرة حرام للنهي عنه، فتجب إزالته إن لم يخف ضررا يبيح التيمم، فإن خاف لم تجب إزالته ولا إثم عليه بعد التوبة، وهذا إذا فعله برضاه بعد بلوغه وإلا فلا تلزمه إزالته، وتصح صلاته وإمامته ولا ينجس ما وضع فيه يده مثلا إذا كان عليها وشم.
Tatto ialah tanda pada tubuh yang dihasilkan dengan cara menusukkan jarum pada tubuh hingga mengeluarkan darah kemudian meninggalkan warna membiru atau menghijau dari bekas tusukan jarum tersebut, perbuatan semacam ini dilarang. Maka menghilangkan tatto bila dilakukan saat seseorang sudah mukallaf (dewasa dan berakal), tidak dipaksa, tahu keharamannya, tanpa kepentingan, bisa dihilangkan maka wajib menghilangkannya, bila tidak maka tidak wajib. Wudhu, shalat dan menjadikan imam orang yang bertatto sah.
3. kalau tato tersebut dibuat pada saat belum mukallaf, maka tidak wajib menghilangkannya, karena perbuatannya itu dilakukan pada saat dia dalam keadaan belum mukallaf . Sebagaimana berikut:
الكتاب : حاشية البجيرمي على الخطيب 4 / 55( الْوَشْمُ ) وَهُوَ غَرْزُ الْإِبْرَةِ فِي الْجِلْدِ حَتَّى يَخْرُجَ الدَّمُ ثُمَّ يَذُرَّ عَلَيْهِ نَحْوَ نِيلَةٍ لِيَخْضَرَّ أَوْ يَزْرَقَّ ا هـ ا ج .قَوْلُهُ : ( فَفِيهِ التَّفْصِيلُ الْمَذْكُورُ ) وَهُوَ أَنَّهُ إذَا فَعَلَهُ مُكَلَّفٌ مُخْتَارٌ عَالِمٌ بِالتَّحْرِيمِ بِلَا حَاجَةٍ وَقَدْرَ عَلَى إزَالَتِهِ لَزِمَتْهُ ، وَإِلَّا فَلَا .فَإِذَا فُعِلَ بِهِ فِي صِغَرِهِ أَوْ فَعَلَهُ مُكْرَهًا أَوْ جَاهِلًا بِالتَّحْرِيمِ أَوْ لِحَاجَةٍ وَخَافَ مِنْ إزَالَتِهِ مَحْذُورَ تَيَمُّمٍ فَلَا تَلْزَمُهُ إزَالَتُهُ وَصَحَّتْ صَلَاتُهُ وَإِمَامَتُهُ ، وَعُلِمَ مِنْ ذَلِكَ أَنَّ مَنْ فَعَلَ الْوَشْمَ بِرِضَاهُ فِي حَالِ تَكْلِيفِهِ ، وَلَمْ يَخَفْ مِنْ إزَالَتِهِ مَحْذُورَ تَيَمُّمٍ مَنَعَ ارْتِفَاعَ الْحَدَثِ عَنْ مَحَلِّهِ لِتَنَجُّسِهِ وَإِلَّا عُذِرَ فِي بَقَائِهِ مُطْلَقًا وَحَيْثُ لَمْ يُعْذَرْ فِيهِ وَلَاقَى مَاءً قَلِيلًا أَوْ مَائِعًا أَوْ رَطْبَا نَجَّسَهُ ، كَذَا أَفْتَى بِهِ الْوَالِدُ شَرْحُ م ر .
Tatto ialah tanda pada tubuh yang dihasilkan dengan cara menusukkan jarum pada tubuh hingga mengeluarkan darah kemudian meninggalkan warna membiru atau menghijau dari bekas tusukan jarum tersebut. Hukum menghilangkan tatto bila dilakukan saat seseorang sudah mukallaf (dewasa dan berakal), tidak dipaksa, tahu keharamannya, tanpa kepentingan, bisa dihilangkan maka wajib menghilangkannya, bila tidak maka tidak wajib. Maka bila dilakukan saat ia masih kecil, dipaksa, tidak tahu keharamannya, karena ada keperluan, khawatir timbul bahaya yang hingga diperbolehkan baginya tayaammum maka tidak wajib menghilangkannya dan sahlah shalat serta menjadikan imam dia. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa orang yang menjalaninya setelah ia mukallaf atas dasar kerelaan, tidak menimbulkan bahaya saat menghilangkannya dengan bahaya yang memperkenankan menjalani tayammum maka terhalanglah hilangnya hadats dari tempat dari anggauta tubuh yang di tatto karena kenajisannya, bila tidak dalam ketentuan diatas (mukallaf atas dasar kerelaan, tidak menimbulkan bahaya saat menghilangkannya dengan bahaya yang memperkenankan menjalani tayammum) maka dianggap udzur keberadaannya. Keberadaan tattoo yang tidak dianggap udzur bila bertemu dengan air sedikit atau barang cair lainnya atau sesuatu yang basah dapat menjadikan kenajisannya. [ Bujairomi alaa al-Khothiib IV/55 ]
Adapun wudhunya orang bertato hukumnya sah sebagimana berikut:
والنقاء عما منع وصول ماء جسما….وليس منه طبوع عسر زواله كوشم فيعفي عنه
Di antara syarat-syarat wudhu adalah bersih dari segala hal yang dapat mencegah sampainya air pada tubuh, dan tidak tergolong mencegah sampainya air tera yang sulit dihilangkan seperti tattoo maka hukumnya dima’fu (dimaafkan). [ Inaarah ad-Dujaa hal. 60 ].
Dapat diambil kesimpulan apabila orang yang bertato wudhunya dihukumi sah maka sah pula ia menjadi imam.
Wallohu a’lam
[Ali Musthofa bin Saiful Hadi, Staff Pengajar Pondok Pesantren Riyadhul Jannah]
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id