Pertanyaan: Apakah NU menganggap tahlillan sebagai amalan jariah?
jawaban :
Penanya yang dirahmati Allah SAW..
sebelum kita masuk dalam pembahasan ini perlu kita ketahui apa maksud dari jariyah itu sendiri.
Jariyah artinya mengalir ketika kita nisbatkan dengan amal perbuatan ataupun shodaqoh maka bermakna satu perbuatan yang mendatangkan pahala kepada pelakunya sekalipun pelakunya telah tiada, selagi amalan ataupun shodaqoh tersebut di manfaatkan oleh orang lain, semisal mengajari orang lain membaca Al qur’an dan orang tersebut membaca Al qur’an dan mengajarkan lagi kepada orang lain dst.
Sedang contoh shodaqoh seperti mewakafkan tanah buat masjid dan semisalnya ataupun membantu pembangunan jalan umum atau semisalnya, maka ini yang di maksud amal jariyah.
sedangkan untuk bacaan tahlil yang biasa kita lakukan di kalangan Nahdhiyyin bukan termasuk amal jariyah karna ketika orang yang baca tersebut selesai membaca tahlil dan menghadiahkan pahalanya untuk si mayit maka sudah terputus pahala yang dia dapatkan karna juga putusnya amalan yang di kerjakan.
Kebanyakan para ulama menjelaskan bahwa sedekah jariyah yang dimaksud dalam hadis adalah waqaf, namun Muhammad bin Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri (w.1353 H) dalam kitab Tuhfat al-Ahwadzi (syarh sunan at-Tirmidzi), mengatakan bahwa arti dari hadis tentang sedekah jariyah tidak hanya berlaku pada wakaf semata. Hal itu berlaku pada tiap aktifitas yang masih berkelanjutan manfaatnya.
ﻗَﺎﻝَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺯْﻫَﺎﺭِ ﻫِﻲَ ﺍﻟْﻮَﻗْﻒُ ﻭَﺷَﺒَﻬُﻪُ ﻣِﻤَّﺎ ﻳَﺪُﻭﻡُ ﻧَﻔْﻌُﻪُ
Pendapat ini tentunya tidak mengherankan mengingat sebagian ulama sebelumnya telah ada yang berpikiran demikian seperti pendapat Ibnu al-‘Arabi sebagaimana dikutip dalam kitab Dalil al-Falihin syarh Riyadh as-Shalihin karya Muhammad Ali bin Muhammad bin ‘Allan bin Ibrahim al-Bakri (W 1057 H):
ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﻌﺮﺑﻲ : ﻣﻦ ﺳﻌﺔ ﻛﺮﻡ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﻥ ﻳﺜﻴﺐ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﻛﻤﺎ ﻳﺜﻴﺐ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﻭﺫﻟﻚ ﻓﻲ ﺳﺘﺔ : ﺻﺪﻗﺔ ﺟﺎﺭﻳﺔ، ﺃﻭ ﻋﻠﻢ ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑﻪ، ﺃﻭ ﻭﻟﺪ ﺻﺎﻟﺢ ﻳﺪﻋﻮ ﻟﻪ، ﺃﻭ ﻏﺮﺱ، ﺃﻭ ﺯﺭﻉ، ﺃﻭ ﺍﻟﺮﺑﺎﻁ
Artinya; Ibnu al-‘Arabi berkata: “Sebagaian dari luasnya kedermawanan Allah swt adalah bahwa Dia akan memberi pahala kepada orang yang telah meninggal sebagaimana pemberian yang diberikan kepadanya ketika masih hidup. Hal itu berlaku dalam enam hal: sedekah jariyah, ilmu yang masih dimanfaatkan oleh orang lain, anak shaleh yang bersedia mendo’akannya, menanam pohon (mengadakan penghijauan), menanam benih di ladang/kebun, serta menyediakan tempat untuk kaum dhuafa’.”
[Ustadz Ahmad Dhorif. Ustadz Tim Tafaquh Ponpes Riyadhul Jannah,Surakarta]
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id