Pertanyaan: Assalamu’alaikum, izin tanya ustadz. Jika mengikuti koperasi dimana ada unit usaha yang halal dan ada yang simpan pinjam non-syariah, apakah diperbolehkan dan apakah halal uang sisa hasil usaha atau SHU yang dibagikan? Misal pinjam 20 mengembalikannya 30?
Jawaban:
Wa’alaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh,
Penanya yang budiman, pada dasarnya sistem koperasi lahir dari semangat gotong-royong yang bermuara pada keuntungan bagi anggotanya. Setiap anggota dengan terorganisir lewat wadah koperasi, bisa lebih berdaya dalam mencapai tujuan-tujuan ekonominya.
Adapun koperasi dalam kajian fiqih bisa ditarik ke dalam bab Syirkah. Syirkah merupakan hak milik dua atau lebih orang atas sebuah barang. Bisa dibilang persekutuan beberapa pihak atas sebuah kepemilikan yang diperjualbelikan dengan catatan keuntungan dan risiko kerugian ditanggung bersama sesuai besaran modal yang disetorkan.
Lalu bagaimana dengan kasus yang dipertanyakan di atas? Ada baiknya kita amati keterangan Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu‘in:
فائدة: أفتى النووي كابن الصلاح فيمن غصب نحو نقد أو بر وخلطه بماله ولم يتميز، بأن له إفراز قدر المغصوب، ويحل له التصرف في الباقي
Penjelasan: Imam Nawawi seperti Ibnu Sholah mengeluarkan fatwa perihal orang yang merampas misalnya sebuah mata uang atau benih gandum lalu dicampurkan dengan miliknya hingga tidak bisa dibedakan mana miliknya mana hasil ghosob. Menurut Imam Nawawi, pelaku yang bersangkutan bisa membersihkan hartanya dengan mengeluarkan besaran barang rampasan dan ia halal untuk menggunakan sisanya.
Menguraikan pernyataan itu, Sayid Bakri bin M Sayid Syatho Dimyathi dalam karyanya I‘anatut Tholibin mengatakan:
لو اختلط مثلي حرام كدرهم أو دهن أو حب بمثله له، جاز له أن يعزل قدر الحرام بنية القسمة، ويتصرف في الباقي ويسلم الذي عزله لصاحبه إن وجد، وإلا فلناظر بيت المال. واستقل بالقسمة على خلاف المقرر في الشريك للضرورة إذ الفرض الجهل بالمالك، فاندفع ما قيل يتعين الرفع للقاضي ليقسمه عن المالك. وفي المجموع، طريقه أن يصرفه قدر الحرام إلى ما يجب صرفه فيه، ويتصرف في الباقي بما أراد. ومن هذا اختلاط أو خلط نحو دراهم لجماعة ولم يتميز فطريقه أن يقسم الجميع بينهم على قدر حقوقهم، وزعم العوام أن اختلاط الحلال بالحرام يحرمه باطل. الخ أهـ
Andaikata tercampur barang serupa yang haram seperti dirham, minyak, atau benih-benih dengan harta miliknya, maka ia boleh menyisihkan besaran barang haram itu dengan niat membagi. Dan ia bisa menggunakan sisanya lalu menyerahkan sebagian yang ia sisihkan kepada pemiliknya kalau ada. Kalau pemiliknya tidak ada, baitul mal menjadi alternatifnya. Secara darurat ia sendiri yang membagi karena menyalahi ketentuan yang ditetapkan bersama sekutu lainnya. Karena itu, pendapat yang mengatakan bahwa kasus ini tentu diangkat ke hakim agar ia mewakili pemilik dalam membaginya, dengan sendirinya teranulir.
Dalam kitab al-Majemuk, Imam Nawawi menunjukkan cara membersihkannya dengan menyerahkan besaran barang haram yang tercampur itu kepada pihak atau lembaga yang berhak menerimanya. Dan ia bisa menggunakan harta sisanya untuk apa saja. Atas dasar ini, tercampur atau mencampurkan seperti dirham milik suatu perkumpulan yang tidak bisa dibedakan antara milik mereka, maka cara pembersihannya ialah harta yang tercampur itu harus dibagikan kepada semua anggota perkumpulan sesuai besaran hak yang mereka miliki.
Adapun dakwaan orang awam sementara ini bahwa bercampurnya harta halal dengan harta haram itu dapat mengubah status harta halal menjadi haram, tidak benar. Demikian keterangan Imam Nawawi.
Dari keterangan di atas, menurut hemat kami, SHU yang pengambilannya didasarkan dari hasil perdagangan, maka tidak masalah. Tetapi kalau diambil juga dari simpan-pinjam berdasarkan pada bunga, maka sebaiknya diambil dengan catatan berikut.
Kalau SHU-nya merupakan campuran dari kedua jenis usaha itu baik perdagangan maupun jasa peminjaman dana, maka SHU perdagangan bisa dikenali lewat pembukuannya sehingga dapat diketahui mana SHU perdagangan dan mana SHU jasa peminjaman dana. Dengan pembedaan itu, kita bisa menerima besaran SHU perdagangan dan mengembalikan SHU jasa peminjaman dana.
Lalu bagaimana kalau SHU-nya berupa barang? Menurut hemat kami, kita perlu memperkirakan lebih dahulu berapa besar nominal keuntungan SHU perdagangan. Kalau harga barang lebih mahal dari taksiran keuntungan secara nominal SHU perdagangan, maka kita perlu membayar berapa kekurangannya dari angka keuntungan SHU perdagangan itu.
Misal seseorang pinjam dua puluh ribu rupiah dan mengembalikannya lebih misal tiga puluh ribu rupiah maka bagaimana transaksi seperti ini termasuk riba?
Hal ini terjadi kalau janji tersebut disebutkan dalam aqad / transaksi maka hukumnya riba / haram, akan tetapi bila janji tersebut tidak disebut ketika aqad maka hukumnya halal tapi makruh bila si penghutang memang mengharapkan lebih:
إذ القرض الفاسد المحرم هو القرض المشروط فيه النفع للمقرض،هذا إن وقع في صلب العقد، فإن تواطأ عليه قبله ولم يذكر في صلبه أو لم يكن عقد جاز مع الكراهة كسائر حيل الربا الواقعة لغير غرض شرعي.بغية المسترشدين ص : ١٣٥
وفسد اى الإقراض بشرط جر نفعا للمقرض كرد زيادة الى أن قال ومعلوم أن محل الفساد اذا وقع الشرط في صلب العقد أما لو توافقا على ذلك ولم يقع شرط في العقد فلا فساد، قوله بشرط جر منفعة أى جرها بشرط أما جرها بغير شرط فلا.حاشية الجمل ٣/٢٦١
والأوجه أن الإقراض من تعود الزيادة بقصدها مكروه. ترشيح المستفيدين ص : ٢٣٣
Itu aturan agama bila dalam aqad simpan pinjam tidak boleh dengan aqad mengambil keuntungan, memberi syarat lebih dalam aqad tapi kalau inisiatif si peminjam dan tidak disebut dalam aqad maka itu yang justru disunnahkan.
Oleh: Ustadz Ali Musthofa bin Saiful Hadi, Asatidz Tim Tafaqquh Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta.
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id