Jangan menikahi kerabat dekat
Dalam menikah, seorang laki- laki di-sunnatkan agar menikahi perempuan yang masih memiliki hubungan kerabat jauh dengannya, bukan kerabat dekat. Menikahi kerabat jauh lebih utama dari pada menikahi perempuan yang tidak memiliki hubungan kerabat, dan menikahi perempuan yang tidak memiliki hubungan kerabat adalah lebih utama daripada menikahi perempuan yang memiliki hubungan dekat.
Menikahi perempuan yang memiliki kerabat dekat merupakan perkara yang dianjurkan untuk tidak dilakukan apabila di dalamnya tidak ada maslahat. Alasannya adalah :
- Adanya larangan atas hal ini ( sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Hajar ).
- Anak yang dilahirkan akan berbadan kurus, dikarenakan kurangnya syahwat ketika kedua orang tuanya berhubungan badan, atau karena adanya rasa malu di antara ketika berhubungan badan yang kemudian mengakibatkan lemahnya syahwat.
Imam As Syafii berkata bahwa di-sunnatkan menikahi perempuan yang tidak memiliki hubungan keluarga, sebab menikah dengan perempuan yang masih memiliki hubungan keluarga dapat menyebablan pandir nya anak yang dilahirkan. Bahkan beliau mengatakan bahwa beliau telah melihat banyak orang yang menikahi kerabatnya, dan anak yang dilahirkan mereka ternyata pandir.
Namun ungkapan Imam As Asyafii ini, oleh para Ulama’ diarahkan kepada pernikahan yang terjadi antara kerabat dekat, serta akibat anak pandir itu hanya biasanya saja, bukan semuanya. Terbukti anak dari hasil pernikahan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dengan Sayyidah Fatimah tidak ada yang pandir, meskipun keduanya masih memiliki hubungan kerabat. Hubungan kerabat antara keduanya termasuk hubungan kerabat jauh, bukan kerabat dekat, sebab Sayyidah Fatimah adalah putra dari sepupunya Sayyidina Ali bin Abi Thalib, yaitu Rasulullah Shallahu’alaihi wasallam ( keduanya bukan sepupu ).
Sedangkan masalah Rasulullah Shallahu’alaihi wasallam yang menikahi Sayyidah Zainab binti Jahsyin, dimana Zainab adalah putri dari bibiknya Rasulullah Shallahu’alaihi wasallam, demikian ini adalah karena untuk menunjukkan hukum kebolehannya menikahi sepupu, serta juga karena di dalamnya terdapat maslahat.
Dan masalah Rasulullah Shallahu’alaihi wasallam yang menikahkan putrinya kepada Abil Ash, padahal ia adalah putra dari bibinya, adalah selain karena hubungan kerabat di antara keduanya adalah kerabat jauh, juga karena di dalamnya ada maslahat.
حاشية الجمل ج ٤ ص ١١٩
(غير ذات قرابة قريبة) بأن تكون أجنبية أو ذات قرابة بعيدة لضعف الشهوة في القريبة فيجيء الولد نحيفا والبعيدة أولى من الأجنبية لكن ذكر صاحب البحر والبيان أن الشافعي نص على أنه يسن له أن لا يتزوج من عشيرته؛ لأن الغالب حينئذ على الولد الحمق فيحمل نصه على عشيرته الأدنين
حاشية البجيرمي على الخطيب ج ٣ ص ٣٦٢
أو ذات قرابة بعيدة بل هي أولى من الأجنبية ورد عليه بأن «النبي – صلى الله عليه وسلم – تزوج زينب مع أنها بنت عمته – صلى الله عليه وسلم -» وأجيب بأنه تزوجها – صلى الله عليه وسلم – لبيان جواز نكاح زوجة المتبنى لأنها كانت تحت زيد ولا يشكل ذلك أيضا بتزوج علي – رضي الله عنه – فاطمة – رضي الله عنها – لأنها بعيدة في الجملة إذ هي بنت ابن عمه لا بنت عمه اهـ زي. قال السيد النسابة ويستحب أن تكون الزوجة من أقاربه البعدى فهي أولى من الأجنبية لكن قال في البحر والبيان إن الشافعي نص على أنه يستحب أن لا ينكح من عشيرته فإن الولد يجيء أحمق قال وقد رأينا جماعة تزوجوا من أقاربهم فجاءت أولادهم حمقا لكن قد تزوج علي بفاطمة وهي من الأقارب تزوجها ابن عمها علي – رضي الله عنه – في ذي الحجة من السنة الثانية من الهجرة النبوية بالمدينة وولدت له الإمام السبط الحسن وهو أول أولادها ولدته بالمدينة في النصف من شعبان سنة ثلاث من الهجرة
تحفة المحتاج ج ٧ ص ١٨٩
(ليست قرابة قريبة) لخبر فيه النهي عنه وتعليله بأن الولد يجيء نحيفا لكن لا أصل له ومن ثم نازع جمع في هذا الحكم بأنه لا أصل له وبإنكاحه – صلى الله عليه وسلم – عليا كرم الله وجهه ويرد بأن نحافة الولد الناشئة غالبا عن الاستحياء من القرابة القريبة معنى ظاهر يصلح أصلا لذلك وعلي كرم الله وجهه قريب بعيد إذ المراد بالقريبة من هي في أول درجات الخؤولة والعمومة وفاطمة – رضي الله عنها – بنت ابن عم فهي بعيدة ونكاحها أولى من الأجنبية لانتفاء ذلك المعنى مع حنو الرحم. وتزوجه – صلى الله عليه وسلم – لزينب بنت جحش مع كونها بنت عمته لمصلحة حل نكاح زوجة المتبنى وتزويجه زينب بنته لأبي العاص مع كونه ابن خالتها بتقدير وقوعه بعد النبوة واقعة حال فعلية فاحتمال كونه لمصلحة
Oleh : Ustadz Zainul Arifin, Staf Pengajar Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id