ETIKA SAAT BERSIN DAN MENGUAP SERTA PENANGKALNYA
Islam adalah agama yang lengkap dan full etika hingga dalam hal yang kecil dan sederhana sekalipun, semisal dalam hal bersin dan menguap. Rasulullah ﷺ melalui riwayat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bersabda:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳُﺤِﺐُّ ﺍﻟْﻌُﻄَﺎﺱَ ﻭَﻳَﻜْﺮَﻩُ ﺍﻟﺘَّﺜَﺎﺅُﺏَ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻋَﻄَﺲَ ﻓَﺤَﻤِﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻓَﺤَﻖٌّ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ ﺳَﻤِﻌَﻪُ ﺃَﻥْ ﻳُﺸَﻤِّﺘَﻪُ ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﺍﻟﺘَّﺜَﺎﺅُﺏُ ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﻫُﻮَ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ ﻓَﻠْﻴَﺮُﺩَّﻩُ ﻣَﺎ ﺍﺳْﺘَﻄَﺎﻉَ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻗَﺎﻝَ ﻫَﺎ ﺿَﺤِﻚَ ﻣِﻨْﻪُ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ
“Sesungguhnya Allah ﷻ menyukai bersin dan membenci menguap. Karenanya apabila salah seorang dari kalian bersin lalu dia memuji Allah ﷻ , maka kewajiban atas setiap muslim yang mendengarnya untuk mentasymitnya (mengucapkan yarhamukallah). Adapun menguap, maka dia tidaklah datang kecuali dari setan. Karenanya hendaklah menahan menguap semampunya. Jika dia sampai mengucapkan ‘haaah’, maka setan akan menertawainya.” (HR. Bukhari no. 6223 dan Muslim no. 2994)
Sayyid Alawiy bin Ahmad asy-Syaqaf dalam karya al-Qaul al-Jami’ al-Matin yang terkumpul dalam satu kitab bernama Majmu’atu Sab’i Kutubin Mufidah mengutip pendapat Imam Ibnu Hajar al-Haitamiy menjelaskan:
ﻓﻴﺴﻦ ﺭﺩ ﺍﻟﺘﺜﺎﺅﺏ ﻣﺎﻗﺪﺭ ﻟﻤﺎ ﺫﻛﺮ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺤﺐ ﺍﻟﻌﻄﺎﺱ ﻭﻳﻜﺮﻩ ﺍﻟﺘﺜﺎﺅﺏ ﻷﻥ ﺳﺒﺐ ﺍﻟﻌﻄﺎﺱ ﻭﻫﻮ ﺧﻔﺔ ﺍﻟﺠﺴﻢ ﻣﺤﻤﻮﺩ ﻷﻧﻪ ﻳﻨﺸﺄ ﻋﻦ ﻗﻠﺔ ﺍﻷﺧﻼﻁ ﻭﺗﺨﻔﻴﻒ ﺍﻟﻐﺪﺍﺀ ﻭﻫﻮ ﻣﻨﺪﻭﺏ ﺇﻟﻴﻪ ﻹﺿﻌﺎﻓﻪ ﺍﻟﺸﻬﻮﺓ ﻭﺗﺴﻬﻴﻠﺔ ﺍﻟﻄﺎﻋﺔ ﻭﺍﻟﺘﺜﺎﺅﺏ ﺑﻀﺪ ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ﻓﺘﺢ ﺍﻟﺠﻮﺍﺩ
“Disunnahkan menahan uapan kantuk semampunya, lantaran telah disebutkan dalam hadist di atas bahwa Allah ﷻ senang pada orang yang bersin dan Allah ﷻ benci pada orang menguap alasannya utamanya karena bersin itu disebabkan dari tubuh yang ringan dan hal ini adalah suatu yang terpuji yang timbul dari tubuh yang steril dari campuran (suatu yang jelek) dan sedikit makan. Maka dari itu kita disunnahkan mempersedikit makan karena dapat melemah syahwat dan membakitkan semangat ketaatan, sedang menguap timbul dari hal yang sebaliknya.”
Selanjutnya Imam Ibnu Hajar al-Haitamiy menyarankan: “Bila seseorang menguap, hendaknya menutup mulutnya dengan punggung telapak tangannya yang kiri, baik dalam sholat atau diluar sholat, namun menutup mulut dalam sholat lebih diajurkan”.
Menurut Imam Al-Munawi, menutup mulut ketika menguap lebih baik dan lebih sempurna jika menggunakan tangan kiri. Namun demikian, jika menutup dengan tangan kanan, maka hal itu tetap sesuai dengan sunnah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Faidhu al-Qadir berikut:
ﻓﻠﻴﻀﻊ ﻳﺪﻩ ﺃﻱ ﻇﻬﺮ ﻛﻒ ﻳﺴﺮﺍﻩ ﻛﻤﺎ ﺫﻛﺮﻩ ﺟﻤﻊ ، ﻭﻳﺘﺠﻪ ﺃﻧﻪ ﻟﻸﻛﻤﻞ ﻭﺃﻥ ﺃﺻﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻳﺤﺼﻞ ﺑﻮﺿﻊ ﺍﻟﻴﻤﻴﻦ
“Hendaknya meletakkan tangannya, artinya meletakkan punggung tangan kiri, sebagaimana dikatakan oleh sejumlah ulama. Disebutkan bahwa hal itu lebih sempurna, meskipun sesungguhnya sudah sesuai dengan sunnah jika meletakkan tangan kanan.”
Syaikh Ibnu Abidin dari kalangan madzhab Hanafi dalam karyanya Raddu al-Mukhtar mengatakan: “Syaikh az-Zahidiy dalam kitabnya Tuhfatu al-Muluk yang berinama Hidayatu ash-Sha’luki mengatakan:
ﺍﻟﻄﺮﻳﻖ ﻓﻲ ﺩﻓﻊ ﺍﻟﺘﺜﺎﺅﺏ ﺃﻥ ﻳﺨﻄﺮ ﺑﺒﺎﻟﻪ ﺃﻥ ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﻣﺎ ﺗﺜﺎﺅﺑﻮﺍ ﻗﻂ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻘﺪﻭﺭﻱ ﺟﺮﺑﻨﺎﻩ ﻣﺮﺍﺭﺍ ﻓﻮﺟﺪﻧﺎﻩ ﻛﺬﻟﻚ ﺍﻩ .
“Adapun cara menangkal agar seseorang tidak menguap lagi, hendaklah hatinya berbisik kata: “Para Nabi Alaihimus Shalatu wa as-Salamu tidak pernah menguap”. Syaikh al-Qadwariy telah berkata: “Aku telah membuktikan cara ini berulang-ulang kali dan hasilnya memang ampuh demikian.”
Referensi:
– Sayyid Alawiy bin Ahmad as-Saqaf| Majmu’atu Sab’i Kutubin Mufidah| al-Hidayah hal 134-135
– Syaikh Muhammad Abdurrauf al-Munawiy| Faidhu al-Aqadir Syarh al-Jami’u ash-Shaghir min Ahadts al-Bashiri an-Nadzir| Daru al-Kutub al-Ilmiyah juz 1 hal 390
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id