Soal: Ada yang menanyakan apakah benar adzan untuk orang yang meninggal tidak perlu, terus kalau memang tidak diperlukan kenapa selama ini kita mengadzani jenazah ?
Jawaban:
DI KALANGAN SYAFI’IYAH TERDAPAT KHILAF:
Hukumnya SUNNAH karena menqiyaskan terhadap bayi yang baru dilahirkan.
Mengadzani mayyit ketika dimasukkan ke dalam kubur, ulama’ mutaakkhiriin mengqiyaskan pada kesunnatan mengadzani anak yang baru lahir di telinganya yang kanan dan meng-iqomahkan di telinganya yang kiri, karena tidak ada dalil atau khabar dan atsar tentang anjuran mengadzani mayyit.
Ini dalilnya ada dalam tuhfah Imam Ibnu Hajar
– تحفة المحتاج/٧/٥١ :
قَدْ يُسَنُّ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصَّلَاةِ كَمَا فِي آذَانِ الْمَوْلُودِ ، وَالْمَهْمُومِ ، وَالْمَصْرُوعِ ، وَالْغَضْبَانِ وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إنْسَانٍ ، أَوْ بَهِيمَةٍ وَعِنْدَ مُزْدَحَمِ الْجَيْشِ وَعِنْدَ الْحَرِيقِ قِيلَ وَعِنْدَ إنْزَالِ الْمَيِّتِ لِقَبْرِهِ قِيَاسًا عَلَى أَوَّلِ خُرُوجِهِ لِلدُّنْيَا لَكِنْ رَدَدْته فِي شَرْحِ الْعُبَابِ وَعِنْدَ تَغَوُّلِ الْغِيلَانِ أَيْ تَمَرُّدِ الْجِنِّ لِخَبَرٍ صَحِيحٍ فِيهِ ، وَهُوَ ، وَالْإِقَامَةُ خَلْفَ الْمُسَافِرِ ( قَوْلُهُ : خَلْفَ الْمُسَافِرِ ) يَنْبَغِي أَنَّ مَحَلَّ ذَلِكَ مَا لَمْ يَكُنْ سَفَرَ مَعْصِيَةٍ فَإِنْ كَانَ كَذَلِكَ لَمْ يُسَنَّ ع ش
Terkadang adzan disunnahkan dikerjakan bukan untuk waktunya shalat seperti adzan untuk orang yang sedang ditimpa kesusahan, ketakutan, sedang marah, orang atau hewan yang jelek perangainya, saat perang berkecamuk, kebakaran, menurut sebagian pendapat saat mayat diturunkan dalam kuburan dengan mengqiyaskan diberlakukannya adzan saat ia terlahir di dunia namun aku menolak yang demikian dalam Syarh al-‘Ubaab, dan saat terdapat gangguan jin dan adzan serta iqamah bagi seseorang yang hendak bepergian. (Keterangan bagi seseorang yang hendak bepergian) semestinya letak kesunahannya bukan pada bepergian yang maksiat bila bepergiannya demikian maka tidak disunahkan. [ Tuhfah al-Muhtaaj V/51 ].
Jadi pada dasarnya ini masalah khilafyah, pendapat yang kuat dalam Madzhab Syafi’i tidak disunnatkan, sedangkan menurut pendapat yang lain dari kalangan ulama’ Syafi’iyah juga menfatwakan disunnatkan dengan alasan mengqiyaskan dengan anak yang baru lahir.
Maka dalam menyikapi kejadian di lapangan, semestinya para Da’i dan Ustadz harus bersikap arif dan bijaksana. Orang-orang yang melakukan adzan ketika menguburkan mayat berpegang kepada pendapat yang kedua tersebut, sehingga tidak perlu diingkari dan dicegah, lagi pula melakukannya tidak menyebabkan jatuh dalam kemaksiatan dan tidak menimbulkan mafsadah, tetapi hanya melaksanakan perbuatan yang tidak dituntut berdasarkan pendapat yang kuat, bahkan karena bacaan yang ia baca adalah dzikir dia tetap mendapat pahala dzikir, namun terhadap orang yang tidak melakukannya juga tidak perlu dianjurkan.
ada satu ketentuan dalam hal mencegah mungkar yaitu:
لا ينكر فيما يختلف فيه
“tidak diingkar perbuatan yang masih ada khilafnya”
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id
One Comment
Nama Anda
terimakasih atas pencerahannya