Pertanyaan : Bagaimana hukumnya Istinjak/ cebok setelah kentut?
Jawab:
Hukum Istinjak/ cebok setelah kentut adalah sebagaimana berikut :
A. Imam Al Mutawalli dan yang lain menukil sebuah Ijmak atau kesepakatan para Ulama’ bahwa Istinjak setelah kentut hukumnya tidak Wajib.
B. Apabila area kemaluan belakang (Dubur) berada dalam kondisi basah maka terdapat dua pendapat :
- Menurut sebagian Ulama’ (Qil) hukumnya Wajib, karena area tersebut menjadi Najis karena terkena uap/ asap kentut tersebut. Demikian ini karena masalah ini disamakan dengan permaslahan benda basah yang bersentuhan dengan asap Najis (yang dihukumi Najis). Namun pendapat ini lemah.
- Menurut pendapat yang kuat (Rojih), hukumnya Tidak Wajib, sebab kentut itu tidak Najis dan tidak menjadikan benda basah yang di kenainya, termasuk area kemaluan belakang yang basah. Bahkan Imam Ibnu Ar Rif’ah berkata : para Ashab Syafi’i tidak membedakan antara kemaluan belakang yang basah dan yang kering, artinya keduanya sama- sama tidak Wajib di Istinjak setelah kentut.
C. Menurut Imam Al Jurjani dan yang lain hukumnya adalah Makruh.
D. Menurut penjelasan Al Imam Nashr Al Maqdisi, pelakunya (orang ber- Istinjak dari kentut) dihukumi berdosa, karena dia telah mangada- ngada, berlebihan dan termasuk melakukan sebuah Ibadah yang jelas Fasid (rusak)- Hukumnya Haram.
Alhasil, menurut pendapat yang benar sebagaimana disebutkan Imam Ad Damiri di dalam kitab An Najmul Wahhaj Syarh Al Minhaj, ber- Istinjak (cebok) dari kentut hukumnya Tidak Wajib, bahkan Tidak diSunnatkan.
Referensi :
حاشيتا قليوبي وعميرة ج ١ ص ٤٨
وَخَرَجَ بِالْمُلَوَّثِ خُرُوجُ الرِّيحِ فَلَا يَجِبُ فِيهِ الِاسْتِنْجَاءُ بَلْ يُكْرَهُ مِنْهُ وَإِنْ كَانَ الْمَحَلُّ رَطْبًا لِأَنَّهُ طَاهِرٌ عَلَى الرَّاجِحِ، بَلْ يَحْرُمُ لِأَنَّهُ عِبَادَةٌ فَاسِدَةٌ فَرَاجِعْهُ.
النجم الوهاج في شرح المنهاج ج ١ ص ٣٠٩
تتمة: نقل المتولي وغيره الإجماع على أنه: لا يجب الاستنجاء من النوم والريح.
قال ابن الرفعة: ولم يفرق الأصحاب بين أن يكون المحل رطباً أو يابساً، ولو قيل بوجوبه إذا كان المحل رطباً لم يبعد، كما قيل به في دخان النجاسة.
والصواب: عدم الوجوب، بل عدم الاستحباب، بل قال الجرجاني: إن ذلك مكروه.
وصرح الشيخ نصر المقدسي بتأثيم فاعله؛ لأنه تنطع وغلو.
oleh Ustadz Zean Areev ( Staf pengajar Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta)
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id