Hadits ke-3
Tentang Budi Pekerti yang Baik
الحمد لله الذي علم بالقلم علم الإنسان ما لم يعلم الحمد لله الذي خلق الإنسان علمه البيان والصلاة والسلام على الذي لا ينطق عن الهوى إن هو إلا وحي يوحى أما بعد.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “اتق الله حيثما كنت، وأتبع السيئة الحسنة تمحها، وخالق الناس بخلق حسن”
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Bertakwalah kepada Allah subhanahu wa ta’ala di manapun engkau berada. Iringilah kejelekan itu dengan kebaikan niscaya kebaikan itu akan menghapusnya (kejelekan). Dan pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik.” (HR. at Tirmidzi)
Dari hadits di atas terdapat 3 wasiat Rasulullah kepada sahabat Abu Dzar Al-Ghifari dan sahabat Mu’ad bin Jabal Radhiyallahu Anhuma:
- Melazimi ketaqwaan
- Mengiringi perbuatan buruk dengan perbuatan baik
- Bergaul dengan manusia dengan berakhlak baik
- Wasiat pertama: melazimi ketaqwaan
Bertaqwalah kamu kepada Allah dimana pun dan kapanpun engkau berada. Maksudnya adalah takutlah kepada Allah dan takutkan akan adzab-Nya. Sesungguhnya Allah selalu mengawasi serta memperhatikan dirimu di segala aktifitas mu, tidak ada satupun yang tersembunyi dari pandangan Allah. Pernah sahabat Ali bin Abu Tholib Karromallahu Wajhah ditanya apa itu taqwa. Beliau menjawab:
التقوى هي الخوف من الجليل والعمل بالتنزيل والقناعة بالقليل والإستعداد ليوم الرحيل
Artinya: “Bahwa taqwa adalah takut kepada Allah yang bersifat Jalal, dan beramal dengan dasar al-Qur’an (at-tanzil) dan menerima (qona’ah) terhadap yang sedikit, dan bersiap-siap menghadapi hari akhir peralihan (meninggal dunia).”
Al Habib Abdullah bin Alwi al Haddad juga pernah berkata tentang makna taqwa kepada Allah, Beliau berkata,
جامع التقوى فعل الطاعات وترك المعاصي خشية من الله سبحانه ورجاء ثوابه وامتثال أمره
Artinya:“Keseluruhan taqwa itu adalah mengerjakan segala ketaatan dan meninggalkan segala kemaksiatan karena rasa takut kepada Allah, mengharapkan balasan pahala dari Allah dan melaksanakan perintah Allah.”
Taqwa itu adalah mengerjakan segala ketaatan dan meninggalkan segala kemaksiatan karena rasa takut kepada Allah, mengharapkan balasan pahala dari Allah dan melaksanakan perintah Allah.” (Al Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad)
Murid Beliau yaitu al-Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi berkata, “Taqwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah karena mengharapkan ridho Allah bukan karena yang lain.” Sahabat Abdullah bin Umar mengatakan, “Taqwa itu adalah engkau tidak pernah memandang dirimu lebih baik dari orang lain.” Al-Imam Hasan al-Bashri mengatakan, “Orang yang bertaqwa adalah orang mengatakan terhadap setiap orang yang ia temui seraya ia berkata, “Orang ini jauh lebih baik dari diriku.”
KEUTAMAAN DAN BUAH KETAQWAAN
Disebutkan oleh sebagian ulama’ bahwasanya taqwa memiliki beberapa keutamaan dan buah antara lain:
1. Perlindungan dan Penjagaan Allah dari Musuh, hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 120:
وَاِنْ تَصْبِرُوْا وَتَتَّقُوْا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا
Artinya: “Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka tidak akan membahayakan kamu sedikit pun.”
2. Perbaikan amal dan ampunan dosa, hal in berdasarkan firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 70-71:
يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.
3. Kemuliaan, hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat al-Hujurot ayat 13:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu”.
Ketika Rasulullah mengutus sahab Mu’adz ke negeri Yaman, Beliau keluar bersama sahabat Mu’adz seraya berwasiat kepada sahabat Mu’adz disaat sahabat Mu’adz berada diatas tunggangan dan Rasulullah berjalan di bawah tunggangan sahabat Mu’adz, Beliau berkata kepada sahabat Mu’adz, “Hai Mu’adz, mungkin engkau tidak akan bertemu lagi dengan aku setelah tahun ini, mungkin engkau akan melewati masjid dan kuburku.” Kemudian sahabat Mu’adz menangis karena sedih berpisah dengan Rasulullah. Kemudian Rasulullah menoleh ke arah kota Madinah seraya bersabda, “Sesungguhnya keluargaku, mereka memandang diri mereka adalah orang yang paling utama di hadapanku, dan sesungguhnya orang yang paling mulia di hadapanku adalah orang-orang yang bertaqwa, siapa pun itu orangnya dimana pun ia berada…”
Disebutkan dalam kitab Ihya’, “Zulaikho pernah berkata kepada Nabi Yusuf ‘Alaihissalam, “Wahai Yusuf, sesungguhnya ketamakan dan nafsu syahwat akan menjadikan seorang raja sebagai hamba sahaya, kesabaran dan ketaqwaan akan menjadikan seorang hamba sahaya sebagai raja.” Kemudian Nabi Yusuf menjawab, “Allah berfirman dalam surat Yusuf ayat 90:
اِنَّهُ مَنْ يَّتَّقِ وَيَصْبِرْ فَاِنَّ اللهَ لَا يُضِيْعُ اَجْرَ الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya: “Sesungguhnya barangsiapa bertakwa dan bersabar, maka Sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik.”
- Wasiat Kedua: Mengiringi perbuatan buruk dengan perbuatan baik.
Beliau Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mewasiatkan kepada sahabat Abu Dzar al-Ghifari dan Sahabat Mu’adz untuk senantiasa menjaga ketaqwaan kepada Allah. Ketaqwaan kepada Allah itu tidak boleh sedikit pun bercampur dengan kesalahan, akan tetapi apakah manusia itu Ma’shum (terjaga dari perbuatan dosa baik kecil maupun besar)? Tentunya tidak, bersamaan anda harus senantiasa menjaga ketaqwaan kepada Allah bagaimana pun keadaan anda dan dimana pun anda berada, maka apabila anda terjerumus ke dalam kesalahan maka iringi kesalahan tadi dengan perbuatan baik maka perbuatan baik itu akan menghapus kesalahan tersebut. Ini merupakan sebuah gambaran tentang tidak ada hukuman terhada dosa yang dilakukan meskipun sudah tercatat dalam catatan malaikat. Ini dalam sebuah kesalahan yang sudah melewati waktu selama 6 jam, karena kesalahan tersebut tidak akan dicatat sebelum melewati waktu 6 jam.
Telah datang riwayat bahwa ketika seorang hamba melakukan sebuah kesalahan dan malaikat sebelah kiri hendak mencatatnya maka malaikat sebelah kanan berkata kepadanya, “Bersabarlah, mungkin hamba ini akan memohon ampunan kepada Allah atau bertaubat.” Maka malaikat sebelah kiri menunggu selama 6 jam, apabila hamba tadi bertaubat maka malaikat sebelah kanan akan mencatat satu kebaikan untuk hamba ini, apabila belum bertaubat maka ia akan mengatakan kepada malaikat sebelah kiri, “Catatlah, semoga Allah, mengistirahatkan kita dari hamba ini”
Keburukan itu meliputi yang kecil maupun yang besar sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, akan tetapi kebaikan apabila di sandingkan dengan dosa besar maka caranya adalah dengan bertaubat dari perbuatan dosa besar tersebut, maka dosa besar hanya bisa gugur dengan taubat bukan dengan amal kebaikan selain taubat.
Dikisahkan dahulu ada seseorang yang mendatangi Rasulullah seraya ia berkata, “Ya Rasulullah, aku telah melakukan dosa besar, bagaimana cara menebusnya.” Rasulullah bertanya, “Apakah dosamu lebih besar dari langit.” Lelaki itu menjawab, “Dosaku lebih besar daripada langit.” Rasulullah bertanya lagi, “Dosamu apakah lebih besar dari Kursi-Nya Allah.” Lelaki itu menjawab, “Dosaku lebih besar dari Kursi-Nya Allah.” Rasulullah bertanya lagi, “Dosamu apakah lebih besar daripada Arsy?” Lelaki itu menjawab, “Dosaku lebih besar daripada Arsy.” Rasulullah bertanya lagi, “Dosamu apakah lebih besar daripada ampunan Allah?” Lelaki itu menjawab, “Ampunan Allah lebih besar daripada dosaku.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Hendaklah engkau berjihad di jalan Allah!” Lelaki itu menjawab, “Ya Rasulullah, aku adalah orang yang paling penakut. Seandainya istriku tidak menemani aku saat keluar malam, maka aku tidak akan pernah keluar di malam hari.” Rasulullah bersabda, “Hendaklah engkau berpuasa!” Lelaki itu menjawab, “Demi Allah ya Rasulullah, aku tidak pernah merasakan kenyang walaupun dengan satu roti.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Hendaklah engkau sholat di waktu pertengahan malam.” Maka lelaki itu menjawab, “Ya Rasulullah, seandainya istriku tidak membangunkan aku untuk sholat subuh maka aku tidak akan bangun untuk sholat subuh.” Kemudian Rasulullah tersenyum mendengar pernyataan lelaki ini hingga nampak gigi geraham Beliau, kemudian Beliau bersabda, “Hendaklah engkau mengucapkan dua kalimat yang ringan diucapkan oleh lisan, dua kalimat yang berat dalam timbangan amal, dua kalimat yang dicintai oleh Allah ar-Rahman yaitu kalimat
سبحان الله وبحمده، سبحان الله العظيم.
Kemudian lelaki tersebut mengerjakan apa yang dianjurkan oleh Rasulullah.
- Wasiat Ketiga: Bergaul dengan manusia dengan berakhlak baik.
Beliau Rasulullah memerintahkan kita supaya bergaul dengan manusia dengan Budi pekerti yang baik seperti bersifat lemah lembut, wajah berseri-seri, memberikan kebaikan dan menahan diri dari menyakiti mereka. Sesungguhnya orang mengerjakan hal demikian akan meraih kemenangan waktu ia hidup di dunia, di akhirat ia akan meraih keselamat dan kejayaan abadi.
سئل صلى الله عليه وسلم عن أكثر ما يدخل الناس الجنة، فقال: ” تقوى الله وحسن الخلق”
Artinya: “Pernah Rasulullah ditanya tentang paling banyaknya perkara yang akan memasukkan seseorang ke dalam surga. Beliau menjawab, “Taqwa kepada Allah dan bagusnya Budi pekerti.”
Dikisahkan bahwa seseorang pernah mendatangi Amirul mukminin Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu, lelaki tersebut hendak mengadukan keluhannya kepada Beliau tentang buruknya akhlaq istrinya, ketika lelaki tersebut berdiri di hadapan pintu Amirul mukminin, ia mendengar istri Amirul mukminin tengah berbicara panjang lebar (ngomel-ngomel) di depan Beliau, Beliau hanya terdiam tanpa menjawab. Kemudian lelaki tersebut pergi sambil berkata, “Apabila keadaan Amirul mukminin seperti demikian maka bagaimana keadaanku ?” Kemudian Amirul mukminin keluar rumah sekita itu Beliau melihat lelaki tersebut pergi, Beliau memanggilnya, “Apa yang kamu butuhkan ?” Lelaki tersebut menjawab, “Ya Amirul mukminin, aku datang kepadamu hendak mengadukan keluhan atas buruknya Budi pekerti istriku, ia selalu mengomel-ngomel di hadapanku, kemudian aku mendengar istrimu juga melakukan hal yang sama dikerjakan oleh istriku, maka aku kembali pulang sambil berkata, “Kalau keadaan Amirul mukminin seperti ini saat bersama istri beliau maka bagaimana keadaan diriku ini ?” Maka Amirul mukminin Umar bin Khattab menjawab, “Aku bersikap sabar kepada istriku karena ia memiliki hak atas diriku:
- Istri memasakkan makan untukku.
- Istriku membuatkan roti untukku.
- Istriku mencucikan bajuku.
- Istriku menyusui anak-anakku.
Aku bersabar kepada istriku karena ia telah melakukan banyak hal untuk diriku.” Maka lelaki tersebut berkata, “Wahai Amirul mukminin, istri juga melakukan hal demikian.” Kemudian Amirul mukminin Umar bin Khattab berkata, “Bersabarlah wahai saudaraku, ini tidak akan lama, hanya sebentar saja.”
Poin penting yang bisa diambil dari hadits di atas antara lain:
- Kewajiban untuk selalu memelihara ketaqwaan kepada Allah yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah.
- Hadits ini menjelaskan bahwa seorang mukmin menyadari bahwa Allah selalu mengawasi dan memperhatikan dirinya dimanapun dan kapan pun ia berada. Maka wajib baginya untuk selalu merasa takut dan malu kepada Allah di setiap jejak langkah nya.
- Kewajiban untuk berbudi pekerti luhur ketika berhubungan dengan sesama makhluk.
Dinukil dari kitab Jawahir al-Lu’luiyyah dan kitab Tuhfah an-nadhirin
Ditulis oleh Ustadz Ali Musthofa (Staf Pengajar Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta)
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id