DAKWAH NABI MUHAMMAD SECARA SEMBUNYI-SEMBUNYI
Para ahli sejarah mengatakan : Malaikat Jibril ‘alaihissalam mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (sebelum Nabi menerima wahyu pertama) di malam Sabtu. Lalu mendatangi beliau lagi di malam Ahad. Pada hari Senin, 8 / 10 Rabiul Awal, 5 tahun setelah kaum Quraisy membangun kembali Ka’bah, 7 bulan setelah Raja Kisra an-Nu’man bin al-Mundzir dibunuh, malaikat Jibril menyampaikan kepada Rasulullah wahyu pertamanya. Menurut pendapat lain, wahyu pertama jatuh di bulan Ramadhan, dan Ibnu Ishaq tidak menyebutkan selain itu. Imam al-Mas’udi mengatakan bahwa peristiwa wahyu pertama Nabi Muhammad terjadi pada 6123 tahun setelah diturunkannya Nabi Adam ‘alaihissalam.
Dikatakan pula bahwa para Hukama’ Arab juga menyebutkan mengenai hal ini dalam sumber-sumber sejarah Islam di kitab-kitab terdahulu, sebagaimana yang diperkirakan oleh para pakar sejarah dari penelitian mereka pada gua al-Kanz (gua tempat Sayyiduna Adam ‘alaihissalam dimakamkan).
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus sebagai seorang Rasul, beliau menyembunyikan berita ini. Dan beliau mulai mengajak penduduk Mekkah dan orang-orang terdekatnya kepada Islam secara sembunyi-sembunyi. Sehingga kebanyakan orang-orang yang mengikuti beliau adalah orang-orang lemah dari kalangan lelaki, wanita, dan hamba sahaya. Dan jumlah mereka tetap bertambah banyak dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang lemah, sebagaimana kisah yang diceritakan Abu Sufyan kepada Raja Heraclius. Maka orang-orang musyrikin mulai menjatuhkan kepada orang-orang muslimin yang lemah itu dengan berbagai macam siksaan, namun tidak ada satupun dari mereka yang murtad dari agamanya dan tidak ada satupun dari mereka yang mengeluh keberatan.
Sang penulis mengatakan : Sampai pada keadaan ini – Wallahu A’lam – ini adalah isyarat dari sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّ هٰذَا الدِّيْنَ بَدَأَ غَرِيْبًا ، وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا كَمَا بَدَأَ ، فَطُوْبٰى لِلْغُرَبَاءِ
Artinya: “Sesungguhnya agama ini dimulai dalam keadaan terasing, dan akan kembali terasing sebagaimana permulaannya, maka bergembiralah orang-orang yang terasingkan”
Referensi:
(Yahya bin Abu Bakar al-‘Amiri, Bahjatul Mahafil wa Bughyatul Amatsil : hlm. 77-78)
Oleh Habib Ahmad bin Muhammad Assegaf ( Staf Pengajar Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta )
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id