PERLINDUNGAN ABU THALIB
Ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menampakkan ajaran Islam yang benar, maka beliau tidak dapat lagi menahan diri untuk membeberkan kepada orang-orang kafir Quraisy betapa salahnya ajaran mereka dan betapa cacatnya tuhan-tuhan mereka. Maka orang-orang kafir Quraisy itu melawan Nabi dengan keras, dan mereka bersatu untuk memperlakukan Nabi dengan buruk. Sehingga, Rasulullah terpaksa harus berlindung kepada pamannya, Abu Thalib, supaya beliau terhindar dari gangguan mereka. Namun, ketika orang-orang Quraisy melihat hal itu, maka pembesar-pembesar mereka berkumpul dan mereka berjalan untuk menemui Abu Thalib. Mereka berkata : “Sesungguhnya keponakanmu itu telah menghina tuhan-tuhan kami, mencela agama kami, membodohkan kepercayaan kami, dan menganggap nenek moyang kami sesat. Maka pilihlah, kau selesaikan urusan Muhammad sendiri, atau kau serahkan dia kepada kami. Karena sesungguhnya, engkau juga sama seperti kami dan menentang ajarannya. Maka kami mempercayakan dia kepadamu”. Kemudian, Abu Thalib menjawab mereka dengan perkataan yang lemah lembut dan menolak mereka dengan penolakan yang baik.
Setelah kejadian itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap menjalankan dakwahnya. Dan hal itu tidak disukai oleh orang-orang kafir Quraisy, hingga melahirkan kebencian dan kedengkian. Lalu mereka kembali pergi menemui Abu Thalib untuk yang kedua kalinya dan mengadukan urusan Nabi Muhammad. Kali ini mereka menyampaikan keluhan mereka dengan kasar. Abu Thalib tidak ingin kaumnya terpecah belah, namun beliau tidak sampai hati untuk membuat Rasulullah kecewa. Maka Abu Thalib berbicara kepada Rasulullah, hingga sang Nabi mengira bahwa pamannya Abu Thalib akan meninggalkan beliau dan tidak mampu lagi untuk menolong beliau. Maka Rasulullah berkata : “Wahai paman, demi Allah seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku supaya aku meninggalkan agama ini, maka sekalipun aku tidak akan meninggalkannya hingga Allah akan menampakkan kejayaan Islam atau akan binasa”, sambil beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meneteskan air mata. Maka berkatalah Abu Thalib : “Wahai keponakanku, ucapkan apa yang engkau ingin ucapkan. Demi Allah, aku tidak akan mengganggumu lagi terhadap suatu perkara apapun selamanya”.
Kemudian, orang-orang kafir Quraisy datang menghadap Abu Thalib untuk yang ketiga kalinya dengan membawa seorang pemuda yang paling tampan dan lucu, yaitu Umarah bin Walid bin Mughirah. Mereka berharap menawarkan Abu Thalib pemuda ini menjadi anaknya, dan sebagai gantinya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diserahkan kepada mereka. Maka Abu Thalib marah terhadap tawaran mereka dan berkata : “Alangkah buruknya perbuatan kalian ini ! Apakah kalian akan menyerahkan anak kalian kepadaku untuk aku asuh, dan aku akan menyerahkan kepada kalian anakku untuk kalian bunuh ?! Demi Allah, selamanya tidak akan pernah hal ini terjadi”. Dengan penolakan ini, mereka semakin menggerutu dan semakin mendesak untuk terjadinya peperangan. Sedangkan pada saat itu, setiap kabilah menyiksa orang-orang yang masuk Islam dari kabilah mereka.
(Yahya bin Abu Bakar al-‘Amiri, Bahjatul Mahafil wa Bughyatul Amatsil : hlm. 80 – 81)
Oleh Habib Ahmad bin Muhammad Assegaf ( Staf Pengajar Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta)
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id