Pertanyaan: Istri yang selingkuh, apabila kemudian ia melahirkan anak, apakah anak yang dilahirkan tersebut masih bisa bernasab kepada kita, sebab kita juga melakukan hubungan intim dengannya setelah terjadinya perselingkuhan ?
Jawaban :
Apabila anak tersebut masih memungkinkan untuk di ilhaq/ disambungkan dengan sang suami maka anak tersebut masih bernasab kepada suami, selama suami tidak membuat pernyataan kalau anak tersebut bukan anaknya dengan Li’an. Contoh : setelah sang Istri ketahuan selingkuh, sang suami ternyata masih melakukan hubungan intim dengan istrinya (pendapat yang kuat: istri yang ber-zina tidak harus melakukan Iddah, sehingga sang suami boleh-boleh saja mengajaknya berhubungan intim setelah istrinya ber-zina) dan anak yang dilahirkan ternyata lahir setelah 6 bulan atau lebih dari hubungan intim suami istri tersebut (karena minimal hamil adalah 6 bulan. Maka anak yang dilahirkan tersebut masih bernasab kepada sang suami.
Apabila anak tersebut dipastikan berasal dari hubungan zina, tidak bisa di ilhaq (disambungkan) dengan suami maka jelas anak tersebut tidak bernasab kepada suami. Suami harus mempertegas atau membuat pernyataan bahwa anak tersebut bukan anaknya dengan cara Li’an. Contoh: Setelah sang istri selingkuh (zina), sang suami tidak melakukan hubungan intim sama sekali dengan istrinya sampai sang istri melahirkan. Maka disini jelas anak tersebut tidak bernasab kepada suami.
Apabila sang suami yakin atau menduga dengan dugaan yang kuat kalau anak tersebut berasal dari perzinahan bukan berasal darinya, Contoh: setelah sang istri ketahuan selingkuh, sang suami masih melakukan hubungan intim setelahnya dengan Istrinya yang ber-zina, cuma sang suami selalu mengeluarkan air maninya di luar kemaluan istri, atau anak yang dilahirkan itu mirip dengan selingkuhannya istri. Maka disini sang suami harus menyatakan kalau anak tersebut bukan anaknya dengan cara Li’an (Disesuaikan dengan apa yang ada pada Bab Li’an), setelah itu anak tersebut dihukumi tidak bernasab kepada sang suami.
Apabila sang suami tidak yakin, hanya menduga dengan dugaan yang tidak kuat kalau anak tersebut berasal dari perzinahan bukan berasal darinya maka dia tidak wajib membuat pernyataan kalau anak tersebut bukan anaknya dengan Li’an, dan hukum anak tersebut tetap bernasab kepadanya. Akan tetapi kalau sang suami ternyata membuat pernyataan bahwa anak tersebut bukan anaknya dengan cara Li’an maka anak tersebut tidak bernasab kepadanya. Wallahu A’lam.
-Zean Areev-
روضة الطالبين وعمدة المفتين ج ٨ ص ٣٧٥
فرع – لو نكح حاملا من الزنا صح نكاحه بلا خلاف وهل له وطؤها قبل الوضع وجهان أصحهما نعم إذ لا حرمة له ومنعه ابن الحداد
المجموع شرح المهذب ج ١٧ ص ٤١١
فصل – وإن وطئ زوجته ثم استبرأها لحيضة وطهرت ولم يطأها وزنت وأتت بولد لستة أشهر فصاعدا من وقت الزنا لزمه قذفها ونفى النسب لما ذكرناه وان وطئها في الطهر الذى زنت فيه فأتت بولد وغلب على ظنه أنه ليس منه، بأن علم أنه كان يعزل منها أو رأى فيه شبها بالزانى لزمه نفيه باللعان، وان لم يغلب على ظنه أنه ليس منه لم ينفه لقوله صلى الله عليه وسلم “الولد للفراش وللعاهر الحجر”، اهى
بغية المستزشدين ص ٣٨٦ – ٣٨٧
لوعلم زناها واحتمل كون الحمل منه أومن الزنا، ولاعبرة بريبة يجدها من غير قرينة، فالحاصل أن المولود على فراش الزوج لاحق به مطلقا إن أمكن كونه منه. ولاينتفي عنه إلاباللعان والنفي. تارة يجب – وتارة يحرم – وتارة يجوز. ولاعبرة بإقرار المرأة بالزنا، وإن صدقها الزوج وظهرت أمارته، اهى
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id