فَالْـحَـمْـدُ للهِ الْـقَدِيْمِ اْلأَوَّلِ ۞ اْلآخِـرِ الْـبَـاقِـيْ بِلاَ تَـحَـوُّلِ
Maka segala puji bagi Allah Yang Maha Dahulu, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang Maha Tetap tanpa ada perubahan
Syarah/ Penjelasan :
Sebagaimana pada nadzom pertama, begitu pun pada nadzom ini, bahwa segala sesuatu yang baik sepatutnya diawali dengan Hamdalah sebagai bentuk syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala ni’mat yang Allah berikan, Al-Imam Abu Dawud meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كلّ أمر ذي بال لا يبدأ بالحمد لله فهو أقطع
Artinya: “Setiap perkara yang diperhatikan agama yang tidak diawali dengan Hamdalah, maka perkara itu terputus (sedikit barokahnya”).
Beliau sayyid Ahmad Al-Marzuqi bersyukur kepada Allah dengan mengungkapkan Hamdalah dengan disertai pengagungan kepada-Nya atas ni’mat yang telah Allah berikan dalam menyusun nadzom ini dan beliau menyakini bahwa hanya DIA-lah Allah yang berhak untuk mendapatkan segala bentuk pujian.
Pada dasarnya mensyukuri ni’mat yang telah diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala ada beberapa macam cara:
- Syukur dengan Lisan (اللّسَان): Yaitu dengan memuji kepada Allah dengan ucapan, contoh: الْحَمْدُ لله
- Syukur dengan hati (الجَنَان): Yaitu menyakini bahwa segala ni’mat yang dimiliki adalah pemberian Allah Subhanahu Wata’ala.
- Syukur dengan anggota badan (الأَرْكان): Yaitu dengan cara menggunakan seluruh anggota badan sesuai dengan ketentuan Allah Subhanahu Wata’ala dalam pencitaannya, dipergunakan untuk menjalankan keta’atan ibadah kepada-Nya, dan menjauhi kemaksiatan kepadaNya, dan tingkat inilah tingkatan yang paling tinggi dalam mensyukuri ni’mat yang Allah berikan kepada seorang hamba.
Faedah:
Disebutkan bahwa pujian yang ada dalam agama ada 4 macam:
1. Pujian Sang Pencipta kepada dzat-Nya :
Seperti firman Allah dalam surat Al-Anfal :
نِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ
Artinya: “Dialah Allah Dzat sebaik-baiknya pelindung, dan sebaik-baik nya penolong”
2. Pujian Sang Pencipta kepada hambanya-Nya :
Seperti dalam surat Al-Qolam ayat 4, Allah memuji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍۢ
Artinya: “Sesungguhnya engkau berbudi pekerti yang luhur”.
3. Pujian hamba kepada Sang Pencipta:
Seperti dalam Al-Qur’an surat Al-Mâidah ayat 109, Allah Subhanahu Wata’ala mengkisahkan ucapan Nabi Isa dalam memuji Allah:
إِنَّكَ أَنتَ عَلَّٰمُ ٱلْغُيُوبِ
Artinya: “Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib”.
4. Pujian hamba kepada hamba:
Seperti contoh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memuji sahabat beliau Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq radhiyallahu anhu:
“ما طلعت الشمس ولا غربت بعدي على رجل أفضل من أبى بكر الصدّيق”
Artinya: “Matahari tidak terbit dan tidak terbenam setelahku pada orang yang lebih baik dari Abu Bakar as-Siddiq”.
Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nur Adzolâm menyebutkan bahwa Syekh Al-Malawi menjelaskan mengenai jumlah huruf dalam lafadz :
الْحَمْدُ لله
Ada 8 huruf, sedangkan pintu surga juga memiliki 8 pintu, sehingga barang siapa mengucapkan lafadz tersebut dengan hati yang bersih, maka Allah akan memasukkannya kesurga lewat pintu manapun yang ia inginkan.
Beliau Syekh Nawawi Al-Bantani juga menjelaskan bahwa dalam Al-Qur’an ada 5 Surat yang dibuka dengan lafadz الْحَمْدُ , yaitu sebagai berikut:
- Surat Al-Fatihah (mengikuti ulama’ yang berpendapat Basmalah bukan termasuk surat Al-Fatihah).
- Surat Al-An’am
- Surat Al-Kahfi
- Surat Saba’
- Surat Al-Malaikat.
Dan ada 5 surat yang diakhiri dengan lafadz الْحَمْدُ , yaitu sebagai berikut:
- Surat Bani Israil
- Surat An-Naml
- Surat As-Shoffat
- Surat Az-Zumar
- Surat Al-Jatsiyah
Kesimpulan:
Seorang hamba tidak akan bisa terlepas dari pemberian Allah Subhanahu Wata’ala, sehingga sepatutnya dan sudah menjadi kewajiban baginya untuk selalu bersyukur kepada Allah dengan ucapan, hati, ataupun dengan anggota badannya, karena sangat banyak nya ni’mat-Nya yang diberikan kepada hamba, hingga dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 18, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا
Artinya: “Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, maka kalian tidak akan sanggup menghitungnya”.
Wallahu A’lam.
Referensi:
- Jalaul Afham, karya Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani
- Nur Adzolam, karya Syekh Nawawi Al-Bantani
- Hasyiyah Showi Ala Jauharoh At-Tauhid, karya Syekh Ahmad bin Muhammad As-Showi
Ditulis oleh: Miftah Farid (Santri aktif Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta)
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id