Bagian 3:
فَصْلٌ
فُرُوضُ الْوُضُوءِ سِتَّةٌ :
الْأَوَّلُ : النِيَّةُ، أَمَّا نِيَّةُ رَفْعِ الْحَدَثِ أو الطَّهَارَةِ لِلصَّلَاةِ؛ وَتَكُونُ هذِه النِّيَّةَ عِنْدَ غَسْلِ الْوَجْهِ.
Syarh dan keterangan:
فَصْلٌ
فُرُوضُ الْوُضُوءِ سِتَّةٌ :
“Fardhu fardhunya wudhu ada enam”
Pada fasal atau bab kali ini pengarang kitab memulai pembahasan Fiqih Ibadah yang diawali dengan pembahasan Wudhu. Definisi wudhu secara bahasa adalah nama untuk pekerjaan membasuh sebagian anggota tubuh. Definisi secara istilah syar’i adalah sebuah pekerjaan membasuh anggota tubuh yang khusus dengan niat khusus dan cara yang khusus.
Kemudian mengenai fardhunya atau kewajiban didalam wudhu ada enam. Yang empat dalilnya dari Al Qur’an dan yang dua dari hadits Nabi.
الْأَوَّلُ : النِيَّةُ، أَمَّا نِيَّةُ رَفْعِ الْحَدَثِ أو الطَّهَارَةِ لِلصَّلَاةِ؛
“Fardhu yang pertama adalah Niat. Adapun yang dimaksud dengan niat adalah niat mengangkat hadats atau niat bersuci untuk ibadah Sholat”.
Mayoritas Ulama memakai definisi Niat seperti yang telah dijelaskan oleh al Imam al Mawardi yaitu:
“Bertujuan sesuatu yang berbarengan dengan pekerjaannya”. Adapun kalau bertujuan tapi tidak berbarengan dengan pekerjaannya disebut dengan ‘Azm.
“Niat yaitu bertujuan sesuatu yang berbarengan dengan pekerjaannya”. Adapun kalau bertujuan tapi tidak berbarengan dengan pekerjaannya disebut dengan ‘Azm. (Imam Al Mawardi)
Tujuan disyariatkannya Niat ada banyak diantaranya:
- Untuk membedakan antara Ibadah dan Aadah (kebiasaan).
Contohnya: Duduk di masjid terkadang hanya untuk istirahat (kebiasaan) dan terkadang untuk ibadah I’tikaf.
- Untuk membedakan derajat ibadah yang satu dengan yang lain.
Contohnya: Melaksanakan sholat wajib dengan sholat sunnah, kedua duanya sama sama ibadah sholat hanya saja berbeda derajatnya sehingga mengharuskan adanya perbedaan dalam Niat.
Tempatnya Niat itu ada di hati sehingga ketika seseorang hanya berniat dalam hati tanpa melafadzkan Niat tersebut sah ibadahnya.
Adapun hukum melafadzkan Niat itu sendiri adalah Sunnah. Sehingga kalau terdapat perbedaan antara apa yang ada di hati dengan yang dilafadzkan maka yang dianggap yang ada dihati tanpa khilaf. Terkait lafadz Niat itu sendiri para Ulama telah mencontohkannya seperti pengarang kitab ini Beliau berkata:
- Lafadz Niat : رَفْعِ الْحَدَثِ (mengangkat hadats).
Contoh : نَوَيْتُ الْوُضُوءَ لرَفْعِ الْحَدَثِ - Lafadz Niat : الطَّهَارَةِ لِلصَّلَاةِ (bersuci untuk ibadah Sholat).
Contoh : نَوَيْتُ الطَّهَارَة لِلصَّلَاة
وَتَكُونُ هذِه النِّيَّةَ عِنْدَ غَسْلِ الْوَجْهِ.
“Dan waktu Niat ini adalah bersamaan dengan membasuh wajah”.
Hukum membarengkan niat dengan awal pembasuhan wajah adalah Wajib. Sehingga ketika seseorang berwudhu dan niat sebelum membasub wajahnya maka niatnya belum cukup (tidak sah). Akan tetapi ada pendapat lemah yang mengatakan sah wudhunya seseorang yang membarengkan Niat dengan pembasuhan sunnah sebelum wajah seperti Niat bersamaan dengan membasuh kedua tangan dan lain-lain.
Catatan: Jangan membarengkan Niat dengan Madmadoh (Berkumur-kumur) karena meskipun Madmadoh hukumnya Sunnah disitu terdapat pembasuhan Wajib wajah berupa bibir, maka sama halnya dia sudah memulai fardhunya wudhu sehingga dia tidak dapat kesunnahan berupa Madmadoh dan Istinsyaq (Memasukkan air ke dalam hidung) karena waktu kesunnahan Madmadoh dan Istinsyaq itu sendiri yaitu sebelum membasuh wajah.
Solusinya:
- Ketika membasuh kedua tangan Niat menjalankan kesunnahan wudhu: (نَوَيْتُ سُنَنَ الْوُضُوءِ)
- Dan ketika membasuh wajah Niat menjalankan wudhu: (نَوَيْتُ الْوُضُوءَ لرَفْعِ الْحَدَثِ).
والله أعلم بالصواب.
Referensi:
- An Najm al Wahhaj
- Mughni al Muhtaj
- Syarh al Muqoddimah al Hadromiyyah.
Ditulis oleh: Ibn Syarto (Santri aktif Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta) .
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id