وَجَـائِزٌ فِي حَقِّـهِمْ مِنْ عَـرَضِ ۞ بِغَـيْـرِ نَقْصٍ كَخَفِيْفِ الْمَـرَضِ
Dan boleh di dalam hak Rasul memiliki sifat manusia biasa yang tidak mengurangi derajatnya, misalnya sakit yang ringan
عِصْـمَـتُهُمْ كَسَـائِرِ الْمَلاَئِـكَهْ ۞ وَاجِـبَـةٌ وَفَـاضَلُوا الْـمَـلاَئِكَهْ
Penjagaan Allah kepada Mereka para Rasul (dari perbuatan dosa) hukumnya Wajib (Tidak mungkin tidak), sebagaimana seluruh para malaikat. Para Rasul itu kedudukannya lebih Afdhol dari pada Malaikat.
Penjelasan / Syarah:
– Poin bait pertama:
Para Rasul yang diutus oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk menyampaikan Risalah dan Syariatnya, mereka dipilih dari kalangan manusia, sehingga sifat Ja’iz (bisa terjadi) bagi mereka adalah Basyariyah (Sifat kemanusian) yaitu melakukan hal yang dilakukan oleh manusia biasa, dan bisa tertimpa sesuatu yang menimpa manusia biasa, seperti contoh mereka makan, minum, transaksi jual beli, masuk pasar, menikah, wafat, meresakan rasa pedih ataupun nikmat, sehat, sakit ringan, tidur matanya, dan bahkan keluar sperma (karena wadahnya penuh bukan karena diganggu setan) dan sebagainya, dengan catatan, tidak mengarah ke hal yang mengurangi kedudukan mereka.
Sifat yang ada unsur menunjukkan kekurangan dalam kedudukan mereka maka Mustahil berada dalam diri mereka, semisal penyakit kusta, tuli, buta, bisu, lumpuh, buta sebelah, pincang, dan sebagainya.
Allah berfirman dalam surat Al-Furqon ayat 7:
وَقَالُوا۟ مَالِ هَٰذَا ٱلرَّسُولِ يَأْكُلُ ٱلطَّعَامَ وَيَمْشِى فِى ٱلْأَسْوَاقِ
Artinya: “Dan mereka berkata: “Mengapa rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar ?”.
Dalam surat Al-Furqon ayat 20:
وَمَآ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ ٱلْمُرْسَلِينَ إِلَّآ إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ ٱلطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِى ٱلْأَسْوَاقِ ۗ
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar”.
Dalam surat Ar-Ro’d ayat 48:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَٰجًا وَذُرِّيَّةً ۚ
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan”.
– Poin bait yang ke-2:
Allah Subhanahu wata’ala mengutus para Rasul dan Nabi untul menjadi penuntun umat, dan tauladan bagi mereka, sehingga Allah jaga mereka dengan penjagaan yang sempurna yang dikenal dengan sebutan ‘Ismah atau Ma’sum. ‘Ismah pada dasarnya bermakna penjagaan, Namun di dalam istilah Aqidah memiliki makna yang lebih spesifik yaitu penjagaan Allah kepada para Rasul dan Nabi dan Malaikat dari perbuatan dosa dan dipastikan mustahil terjadi dosa dari mereka. Sedangkan Kata “Ma’sum” dalam aqidah memiliki makna Orang yang dijaga dari dosa.
Para Rasul, Nabi, tidak mungkin terjerumus dalam kemaksiatan, tidak pernah meninggalkan hal yang wajib, ataupun melakukan hal yang haram, mereka berperangai hanya dengan perangai yang mulia, karena mereka adalah panutan dan tauladan untuk umat, karena Allah sendiri yang mendidik, mengarahkan, dan mengajari mereka.
Allah telah menyatakan sifat Ismah mereka dalam ayat Al-Qur’an surat At-Tur ayat 48:
وَٱصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا ۖ
Artinya: “Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami.”
Dalam surat Âli ‘imran ayat 161:
وَمَا كَانَ لِنَبِىٍّ أَن يَغُلَّ ۚ
Artinya: “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang”.
Para ulama’ menyebutkan bahwa mayoritas ulama’ Madzhab Asy ‘Ariyah memilih pendapat bahwa kedudukan para Nabi mengungguli kedudukan para malaikat. Allah Subhanahu wata’ala berfirman dalam surat Al-Baqoroh ayat 34:
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَٰٓئِكَةِ ٱسْجُدُوا۟ لِءَادَمَ فَسَجَدُوٓا۟
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka”.
Pada ayat di atas Allah menyuruh para Malaikat untuk sujud kepada Nabi Adam ‘alaihis salam untuk mengagungkan beliau, maka bisa ditarik kesimpulan, seandainya Nabi Adam ‘alaihissalam tidak lebih tinggi kedudukannya dibanding para malaikat, maka Allah tidak akan menyuruh mereka untuk bersujud kepada Beliau.
- Faedah:
Termasuk hal yang wajib menjadi keyakinan seorang muslim, mukmin, adalah menyakini bahwa sebagian para Rasul memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pada Rasul yang lain, tanpa ada unsur merendahkan kepada yang lain. Allah berfirman dalam surat Al-Baqoroh ayat 253 berfirman:
تِلْكَ ٱلرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۘ
Artinya: “Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain”.
Dan ayat di atas tidak bertentangan dengan surat Al-Baqoroh ayat 285:
وَرُسُلِهِۦ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِۦ ۚ
Artinya: “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain)”.
Karana maksud dari ayat ini adalah membedakan dalam mengimani mereka sebagai para Rasul. Karena mereka para Yahudi dan Nasrani beriman kepada sebagian Rasul dan mengingkari Rasul yang lain, berbeda dengan ayat sebelumnya yang menerangkan tingkatan derajat para Rasul disisi Allah itu berbeda-beda tanpa mengingkari kerasulan mereka.
Wallahua’lam
Referensi:
- Jalaul Afham, karya Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani
- Nur Adzolam, karya Syekh Nawawi Al-Bantani
- Hasyiyah Showi Ala Jauharoh At-Tauhid, karya Syekh Ahmad bin Muhammad As-Showi.
Ditulis oleh: Miftah Farid (santri aktif Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta)
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id