الحمد لله الذي علم بالقلم علم الإنسان ما لم يعلم الحمد لله الذي خلق الإنسان علمه البيان والصلاة والسلام على الذي لا ينطق عن الهوى إن هو إلا وحي يوحى أما بعد.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أحبوا الله لما يغذوكم به من نعمه و أحبوني لحب الله و أحبوا أهل بيتي بحبي
Artinya: “Cintailah Allah karena kenikmatan yang Dia berikan kepada kalian, cintailah aku atas dasar cinta kepada Allah dan cintailah keluargaku atas dasar cinta kepadaku”
Hadits ini menjelaskan akan tiga perkara yang saling berikatan satu dengan lainnya, semakin kuat ikatan cinta kepada salah satunya maka semakin kuat pula cinta kepada yang lainnya:
1. Cinta Kepada Allah
Ketahuilah bahwa inti kecintaan adalah ma’rifah dan hasilnya adalah musyahadah dan paling rendah derajat cinta adalah rasa cinta kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala itulah yang menguasainya hatimu dan yang membuktikannva adalah engkau tidak menuruti ajakan orang yang paling engkau cintai. Apabila ia mengajakmu untuk berbuat sesuatu yang mengundang murka Allah Subhaanahu wa Ta’ala, seperti kemaksiatan atau meninggalkan sesuatu yang membuat-Nya murka seperti amal ibadah.
Tingkatan cinta paling tinggi adalah sama sekali tiada rasa cinta di hatimu kepada selain Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Hal ini jarang dijumpai, sedangkan kelanggengannya malah lebih jarang lagi. Karena apabila hal ini sudah langgeng terhapuslah tabiat kemanusiaan secara keseluruhan dan disaat itulah ia tenggelam dalam kefanaan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala sehingga tiada tersisa perasaan dan kesadaran akan alam semesta dan penghuninya sama sekali.
Ketahuilah mencintai Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan para Nabi Allah lainnya, para malaikat-Nya. para hamba-hamba-Nya yang shaleh dan apa saja yang dapat mendukung ketaatan kepada-Nya hal itu semua termasuk cinta kepada-Nya.
Dalam hal ini. Baginda Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda:
“أحبوا الله لما يغذوكم به من نعمه و أحبوني لحب الله و أحبوا أهل بيتي بحبي
Artinya: “Cintailah Allah karena kenikmatan yang Dia berikan kepada kalian, cintailah aku atas dasar cinta kepada Allah dan cintailah keluargaku atas dasar cinta kepadaku”
Dalam sebuah Hadits qudsi disebutkan:
وجبت محبتي للمتحبين في و المتجالسين في و المتزاورين في و المتباذلين في
Artinya: “Berhak mendapatkan cinta-Ku orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, duduk bersama karena-Ku, saling mengunjungi karena-Ku dan saling memberi karena-Ku,’
Ciri-ciri cinta yang sungguh-sungguh, yang paling tinggi adalah kesempurnaan mengikuti jejak Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dalam ucapan, perbuatan dan kepribadian beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala:
قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله و يغفر لكم ذنوبكم و الله غفور رحيم
Artinya: “Katakanlah Jika engkau benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran ayat: 31).
Tergantung kecintaan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala begitu pula mengikuti jejak pada kekasih Allah Subhaanahu wa Ta’ala, jika kadarnya banyak, maka ia banyak mengikuti tetapi kalau sedikit, maka sedikit pula mengikutinya dan Allah Subhaanahu wa Ta’ala menjadi saksi atas apa yang kita katakan.
2. Cinta Kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
Dalam Islam, kecintaan terhadap Nabi Muhammad ﷺ merupakan salah satu fondasi keimanan. Di dalam sebuah hadis disebutkan:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Tidak seorang pun di antara kalian beriman (dengan iman yang sempurna) sampai aku (Nabi Muhammad ﷺ) lebih dicintainya daripada anaknya, orangtuanya, dan seluruh umat manusia (HR. Muslim).
Dalam riwayat lain juga disebutkan:
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَهْوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لأَنْتَ أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ كُلِّ شَىْءٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ” لاَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ ”. فَقَالَ لَهُ عُمَرُ فَإِنَّهُ الآنَ وَاللَّهِ لأَنْتَ أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ” الآنَ يَا عُمَرُ
Kami pernah bersama Rasulullah ﷺ dan beliau ﷺ memegang tangan Umar bin Khattab. Lalu Umar berkata, “Ya Rasulullah ﷺ, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku sendiri.” Kemudian Rasulullah ﷺ berkata, “Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, (imanmu belum sempurna) hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Kemudian Umar berkata, “Sekarang, demi Allah, engkau (Rasulullah ﷺ) lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Kemudian Rasulullah ﷺ berkata, “Saat ini pula wahai Umar (imanmu telah sempurna)” (HR. Bukhari)
Nah, bila kita diperintahkan secara tegas untuk begitu mencintai Nabi Muhammad ﷺ, apakah sang Nabi ﷺ sendiri mencintai kita sebagai umatnya ? Jawabannya adalah “ iya, karena cinta itu tidak pernah bertepuk sebelah tangan”.
Nabi Muhammad ﷺ sangat amat mencintai umatnya. Bahkan, tidak hanya umatnya yang hidup semasa dengan beliau ﷺ saja, tetapi juga umat setelahnya, termasuk kita dan umat yang akan datang.
Pernah suatu ketika Rasulullah ﷺ berkata, “Sungguh aku berharap dapat berjumpa dengan saudara-saudaraku.”
Sahabat-sahabat yang berada di sekeliling beliau ﷺ pun bertanya dengan heran, “Bukankah kami ini adalah saudara-saudaramu wahai Rasulullah ﷺ?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Kalian adalah sahabatku, sedangkan saudaraku adalah orang-orang yang beriman kepadaku sekalipun mereka tidak pernah melihatku”
Siapa “mereka” itu ? Ya tentunya termasuk kita yang mengimani beliau ﷺ tanpa pernah melihat beliau ﷺ secara langsung.
Jelas sekali bahwa, berdasarkan hadis di atas, betapa sesungguhnya Nabi ﷺ sangat memberikan perhatian khusus pada kita, umatnya. Bahkan beliau ﷺ tak segan-segan untuk menyebut umatnya yang akan datang sebagai saudara yang dirindukan dan diharapakan perjumpaannya.
Bayangkan kita yang bukan siapa-siapa ini diakui dan diangkat derajatnya oleh sang Nabi ﷺ sebagai saudaranya sendiri. Kurang sayang apa sang Nabi ﷺ terhadap kita ini ?
hadist berikut ini akan membuat kita semakin cinta kepada sang Rasul ﷺ.
Rasulullah ﷺ pernah berkata:
لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّي اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا
Setiap nabi memiliki satu doa yang (pasti) dikabulkan. Namun, setiap nabi (lain) tergesa-gesa dalam berdoa. Sedangkan aku menyimpan doaku itu untuk syafaat bagi umatku di Hari Akhir. Dan doa itu dengan izin Allah akan dikabulkan selama umatku tidak mati dengan keadaan menyekutukan Allah (HR. Muslim dan Ibnu Majah).
Bayangkan, betapa hadist di atas menunjukkan cinta sang Nabi ﷺ yang terus mengingat dan memprioritaskan kita, umatnya hingga di akhirat kelak.
Beliau ﷺ menyimpan doanya yang pasti dikabulkan itu bukan untuk dirinya sendiri (di dunia), melainkan agar dapat membantu kita meraih keselamatan di Hari Akhir.
Bisa saja, misalnya, Nabi Muhammad ﷺ menggunakan doa itu untuk kepentingan pribadinya entah itu untuk kekuasaan atau kekayaan di dunia seperti nabi-nabi lain. Tetapi hal itu tak dilakukannya. Doa pamungkas tersebut, beliau ﷺ simpan untuk membantu umatnya kelak. Sungguh betapa luar biasa cintanya sang Nabi ﷺ terhadap kita umatnya.
Agak aneh kalau kemudian, ada muslim yang alergi dalam hal mengingat dan menghormati hari-hari penting dalam kehidupan Nabi Muhammad ﷺ entah itu hari kelahiran (maulid) beliau, Isra Mi’raj, dan sebagainya. Seakan-akan terputus ikatan batin antara dirinya dan kekasih Allah itu.
Padahal sepanjang hidupnya, sang kekasih Allah itu ﷺ selalu merindukan dan mencintai umatnya. Bahkan hingga akhir hayatnya, beliau ﷺ masih menyebut-nyebut kita: umatnya.
Semoga kita semua sebagai umatnya termasuk orang-orang yang mencintai dan dicintai oleh Nabi Muhammad ﷺ.
3. Cinta Kepada Keluarga Nabi
Kewajiban seorang mukallaf (baligh berakal) dalam adab bergaul bersama ahlul bait:
- Ia harus yakin tentang keberadaan ahlul bait, mereka (ahlul bait) akan senantiasa ada sampai datangnya hari kiamat. Keberadaan mereka secara mutlak merupakan simbol keamanan dan ketentraman penduduk bumi. Bukti-bukti yang menunjukkan atas keberadaan mereka yaitu
Sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh imam Turmudzi:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إني تارك فيكم ما إن تمسكتم به لن تضلوا بعدي، أحدهما أعظم من الآخر: كتاب الله حبل ممدود من السماء إلى الأرض وعترتي أهل بيتي ولن يتفرقا حتى يردا علي الحوض، فانظروا كيف تخلفوني فيهما
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian sesuatu yang sekiranya kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan tersesat sepeninggalku, salah satu dari keduanya itu lebih agung dari yang lain, yaitu; kitabullah adalah tali yang Allah bentangkan dari langit ke bumi, dan keturunanku dari ahli baitku, dan keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya datang menemuiku di telaga, oleh karena itu perhatikanlah, apa yang kalian perbuat terhadap keduanya sesudahku.”
Apabila seseorang cinta kepada orang lain, pasti sesuatu yang dicintai orang tersebut akan mencintainya juga. Seperti para sahabat baginda Muhammad, mereka menggapai kecintaan Nabi dengan teguhnya keimanan dan besarnya kecintaan mereka kepada keluarga Nabi.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala mensyariatkan untuk mendoakan Ahlul Bait dalam tasyahud ahkhir setiap kali shalat menurut Madzhab Syafi’iyah, itu sudah cukup menunjukkan kemuliaan mereka.
Bahkan Imam Asy-Syafi’i pernah bersyair;
يا أهل بيت رسول الله حبكم# فرض من الله في القرآن أنزله
كفاكم من عظيم القدر أنكم# من لا يصلي عليكم لا صلاة له
Wahai Ahlul Bait Rasulullah, mencintai kalian…
Kewajiban dari Allah dalam Al-Qur`an yang Ia turunkan
Siapa yang tidak membaca doa shalawat untuk kalian, tidak ada shalat baginya
Itu sudah cukup menunjukkan agungnya kemuliaan kalian.
Dalam kitab berjudul Al-Fushul al-‘Ilmiyyah wal Ushul al-Hikamiyyah, Imam Abdulloh bin Alwi Al Haddad berkata,
لأهل بيت رسول الله صلى الله عليه وسلم شرف، ولرسول الله صلى اللهعليه وسلم بهم مزيد عناية وقد أكثر على أمته من الوصيّة بهم والحث على حبّهم ومودتهم. وبذالك أمرالله تعالى في كتابه في قوله تعالى: “قل لا أسألكم عليه أجرا إلا المودة في القربى” .(الشورى، ٢٣) ـ
Artinya: “Ahlul Bait memiliki kemuliaan tersendiri, dan Rasulullah telah menunjukkan perhatiannya yang besar kepada mereka. Beliau berulang-ulang berwasiat dan mengimbau agar umatnya mencintai dan menyayangi mereka. Dengan itu pula Allah subhanahu wataála telah memerintahkan di dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya: “Katakanlah wahai Muhammad, tiada aku minta suatu balasan melainkan kecintan kalian pada kerabatku.” (QS 42:23).
- Keberadaan mereka adalah simbol keamanan mutlak bagi penduduk bumi. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
النجوم أمان لأهل السماء، إذا ذهبت النجوم ذهب أهل السماء ، وأهل بيتي أمان لأهل الأرض فإذا ذهب أهل بيتي ذهب أهل الأرض»
Bintang-bintang penyelamat (pelindung) penghuni langit, apabila bintang-bintang hilang (binasa) maka binasalah penghuni langit dan sesungguhnya Ahl Bait penyelamat penghuni bumi apabila Ahlu bait binasa (meninggal semua) maka binasalah penduduk bumi.
Dari sini telah jelas bahwa wajib bagi setiap mukallaf untuk yakin dan percaya bahwa ahlul bait itu akan tetap ada sampai Allah membinasakan bumi dan segala yang ada di atas bumi. Rasulullah menjelaskan bahwa Al Qur’an dan ahlul bait akan senantiasa ada beriringan sampai keduanya mendatang telaga Rasulullah.
Rasulullah juga menjelaskan apabila terjadi satu permasalahan yang menimbulkan satu perselisihan pendapat (pandangan) maka pendapatan mana yang banyak didukung oleh ahlul bait maka pendapatan tersebutlah yang benar.
- Termasuk keistimewaan umat ini dibanding umat yang lain yaitu tetap adanya darah daging Nabi (keturunan) hingga datang hari kiamat.
Seandainya ada yang bertanya, “Bagaimana mereka Ahlu bait adalah keturunan Nabi, mereka bukan dari tulang sulbi Beliau, tetapi dari tulang sulbi sahabat Ali bin Abi Tholib!!” Kami jawab, “Rasulullah sendiri telah menjawab tentang hal ini seraya bersabda,
إن الله عز وجل جعل ذرية كل نبي في صلبه وإن الله تعالى جعل ذريتي في صلب علي بن أبي طالب
Sesungguhnya Allah menjadikan keturunan setiap Nabi ada dalam tulang sulbi mereka masing-masing, dan Sesungguhnya Allah telah menjadikan keturunanku berada dalam sulbi Ali bin Abi Tholib.
Beberapa ancaman bagi orang-orang yang menyakiti ahlul bait
عن أبي سعيد الخذري رضي الله عنه،قال :قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: والذي نفسي بيده لا بيغض أهل البيت أحد إلا أدخله الله النار (رواه الحا كم في الصحيحين)
Artinya: Diceritakan dari Abu Sa’id Al-Khudriy r.a. beliau berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. bersabda: “Demi dzat yang menguasai jiwa ragaku, tidaklah seseorang marah (mencaci dan membenci) kepada keluargaku kecuali Allah akan menceburkan ke dalam neraka.” (HR. Al-Hakim)
Sebuah hadits diriwayatkan oleh Iman Hakim
فلو أن رجلا صفن بين الركن والمقام فصلى صام ثم لقى الله وهو مبغض لأهل بيت محمد دخل النار
حديث حسن صحيح على شرط مسلم
“Seandainya seorang beribadah diantara rukun dan maqam (di depan Ka’bah) kemudian dia bertemu Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam keadaan dia benci pada keluarga Muhammad, niscaya dia akan masuk neraka.”
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menganugerahkan kepada kita semua kecintaan hakiki kepada keluarga Nabi Shalallahu alaihi wasallam hingga membuahkan cinta dari Nabi Muhammad kepada kita.
Poin-poin penting yang bisa diambil dari hadits ini:
- Kewajiban cinta kepada Allah dan kecintaan kepada Allah harus lebih didahulukan dari segala yang dicintai. Allah adalah Dzat yang telah mencurahkan segala kebaikan kepada kita.
- Kewajiban memuliakan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, karena Allah mencintai beliau Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam.
- Kewajiban cinta kepada keluarga Nabi Shalallahu alaihi wasallam, karena kecintaan kita kepada mereka sebagai tanda kejujuran cinta kita kepada beliau Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Dinukil dari kitab ‘Allimuu Awladakum Mahabbata Ahli Baitiy Rasulillah karya Dr. Muhammad Abduh Yamaniy, Kitab Suluk asasiyah karya As-syeckh Muhammad bin Ali Ba ‘Athiyyah, Kita Tuhfah an-nadhirin.
Ditulis oleh: Ustadz Ali Musthofa (staf Pengajar Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta)
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id