Ka’bah Dan Masjidil Haram, Serta Tanda-Tanda Kenabian
Guru kami as-Syaikh Hafidz al-Hijaz wa Qadhiyah Taqiyyuddin al-Farisi rahimahullah berkata di dalam kitab Tarikh Makkah : “Ka’bah al-Mu’azzham dibangun ulang sebanyak beberapa kali. Mengenai jumlah berapa kalinya dibangun terdapat khilaf di antara para Ulama’. Namun kesimpulan dari kumpulan ucapan-ucapan mereka yaitu : Ka’bah dibangun sebanyak 10 kali : Oleh Malaikat, oleh Nabi Adam, oleh anak-anak Nabi Adam, oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, oleh suku ‘Amaliq, oleh suku Jurhum, oleh Qushai bin Kilab, oleh suku Quraisy, oleh Abdullah bin Zubair, dan oleh Hajjaj”. Beliau berkata pula : “Kesimpulan yang pasti adalah bahwasannya pembangunan Ka’bah itu diperbolehkan, karena ia tidak dibangun terkecuali dari aslinya (bahan dan tempat bangunan bukan dari hasil curian ataupun harta yang haram). Wallahu A’lam.
Adapun Masjidil Haram, yang pertama kali membangunnya adalah Sayyidina Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu. Dan yang terakhir meratakan Masjid dengan memperbaiki dan membangun ulang adalah al-Walid bin Abdul Malik. Sedangkan kerajaan-kerajaan setelahnya memperluas dan memperbaiki bangunan Masjidil Haram. Wallahu A’lam.
Sang penulis (semoga Allah mengampuni dosa dan menyingkirkan kesalahannya) mengatakan : Setelah masa pembangunan ulang Ka’bah oleh orang-orang Quraisy ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berusia 35 tahun, telah nampak tanda-tanda kenabian dan bukti-bukti yang terang benderang. Berita ini disebarkan oleh para rabi, rahib, dan pendeta-pendeta tentang tibanya waktu bagi Nabi akhir zaman untuk muncul.
Di antaranya adalah : yang diriwayatkan oleh Zaid bin Amr bin Nufail, Waraqah bin Naufal, Utsman bin Huwairits, dan Ubaidillah bin Jahsy. Mereka bertemu dan berdiskusi di antara mereka, mereka menganggap sesat kaum-kaum mereka yang menyembah berhala, dan mereka berpencara di negeri-negeri untuk mencari petunjuk yang benar.
Adapun Zaid bin ‘Amr, dahulu ia mentauhidkan Allah. Sambil menaningis ia mengucapkan : “Demi keagungan-Mu, seandainya aku tahu tata cara ibadah kepada-Mu, niscaya aku akan beribadah kepada-Mu dengan cara itu”. Kemudian ia sujud di atas tangannya. Lalu ia pergi menuju negeri Syam, dan menanyakan kepada para rabi dan rahib. Maka salah satu dari mereka yang berasal dari Balqa’ mengatakan : “Sungguh aku mengira Nabi akhir zaman akan keluar dari negerimu yang engkau keluar darinya, Nabi itu diutus dengan membawa agama Ibrahim”. Maka ia bersegera kembali kembali ke negerinya, namun ketika ia sampai di negeri bernama Lakhm, ia diserang dan dibunuh. Semoga Allah Ta’ala merahmatinya. Mengenai hal ini, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
يُبْعَثُ أُمَّةً وَحْدَهُ
“Ia (Zaid bin Amr) akan dibangikitkan (di hari kiamat) sebagai satu umat tersendiri”.
Ia dirahmati oleh Allah. Dan ia memiliki banyak sekali syair mengenai ketauhidan Allah.
Adapun Waraqah bin Naufal, ia menolong Nabi dan membaca kitab-kitab terdahulu. Ia mendapati di dalam kitab-kitab tersebut sifat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dekatnya waktu beliau diutus. Maka Waraqah menetap di kota Mekkah untuk menunggu kedatangan Nabi itu. Waraqah juga bertanya dan mengkabarkan Sayyidah Khadijah radhiyallahu ‘anha tentang sifat-sifat yang ia temukan. Maka Sayyidah Khadijah memberi tahu Waraqah tentang tanda-tanda yang beliau lihat dalam diri Nabi Muhammad. Kemudian, ketika Waraqah bertemu dengan Nabi Muhammad, ia mencium wajah Nabi dan mengatakan : “Aku bersaksi bahwa engkau adalah Nabi umat ini”. Akan tetapi, Waraqah bin Naufal meninggal dunia tidak lama setelah bertemu dengan Nabi (sebelum diangkat Allah sebagai Rasul). Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam merahmati Waraqah dan mengatakan :
رَأَيْتُ لِوَرَقَةَ بْنِ نَوْفَلٍ جَنَّةً أَوْ جَنَّتَيْنِ
“Aku melihat (Allah Ta’ala telah menyediakan) bagi Waraqah bin Naufal 1 atau 2 taman-taman surga”.
Waraqah bin Naufal juga memiliki banyak sekali syair tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun Utsman bin Huwairits, ia mendatangi kekaisaran Romawi dan memilki jabatan yang baik di kekaisaran tersebut. Ia juga menolong Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sedangkan Abdullah bin Jahsy, ia telah mendapati agama Islam dan ia masuk Islam. Lalu ia berhijrah ke Habasyah dan di sana ia keluar dari agama Islam. Dan ia meninggal dalam keadaan menganut agama Nasrani.
Referensi :
(Yahya bin Abu Bakar al-‘Amiri, Bahjatul Mahafil wa Bughyatul Amatsil : hlm. 69 – 71)
Oleh Habib Ahmad bin Muhammad Assegaf ( Staf Pengajar Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta )
Ingin bertanya permasalahan Agama? Kirimkan pertanyaan Anda kepada Tim Asatidz Tafaqquh Nyantri Yuk, klik http://tanya.nyantriyuk.id